Bayangkan jika kamu adalah Orang Utan yang tinggal di hutan gambut yang luas! Sebuah perumpamaan yang menggelikan, bukan?
Kamu begitu bahagia tinggal di rumahmu yang luas, nyaman, sejuk, aman, dan banyak makanan. Semua yang kamu inginkan di sana ada semua. Tempat bermainmu, tempat tidur, tempat makan, dan segala macam ada di rumahmu. Tak ada tempat yang lebih nyaman selain rumahmu. Hutan gambut.
Namun, kehidupanmu berubah ketika ada pihak yang merampas rumah tinggalmu, kemudian mengubahnya menjadi bangunan asing, hingga membuat banyak bagian rumahmu hilang. Rumahmu kedatangan orang asing. Kamu tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya bersembunyi di setiap sudut rumahmu yang semakin menyempit dan tak senyaman dulu.
Orang asing itu membuat rumahmu jadi penuh asap. Mereka mengambilalih rumahmu. Asap-asap membumbung hingga ke langit. Emisi karbon meningkat. Pemanasan global menjadi dekat dalam kehidupanmu. Rumahmu jadi mudah terbakar. Katanya karena pembukaan lahan. Katanya juga karena terbakar sendiri. Alasan lain rumah gambutmu terbakar karena El Nino. Entahlah.
Kamu tak bisa lagi menyantap makanan daun-daunan, buah-buahan, kulit kayu, bunga dan serangga, dengan lahap dan nyaman karena bau asap menusuk ke dalam hidungmu. Asap yang lama-lama semakin menebal dan membuat mata menjadi perih dan merah. Pernafasanmu mulai terganggu. Tak bisa bernafas seperti biasanya. Kamu tak bisa lagi makan dengan nikmatnya. Tak ada lagi sisa-sisa makananmu yang bisa memunculkan tunas-tunas tanaman baru.
Kamu sebagai spesies Pongo tak bisa lagi menjalankan peranmu menjadi penyebar biji di hutan. Penyebaran spesies pohon menurun gara-gara kehadiranmu sebagai Umbrella Spesies atau Spesies Payung berkurang padahal pohon penting untuk penghasil oksigen, pengatur tata air, sumber pangan spesies lain, tempat berlindung satwa lain.
Kamu, Orang Utan, tak mampu melakukan apa-apa di tengah-tengah rumah gambutmu yang terbakar. Kamu lemas. Teriak pun tak mampu. Syukur-syukur kamu tidak mati terpanggang seperti ular sanca karena lambat menghindari api.
Semenjak itu, hidupmu tak lagi sama.
Kebayang nggak betapa menyedihkannya menjadi Orang Utan. Bersyukurlah kita terlahir sebagai manusia. Sayang banyak manusia yang nggak peduli dengan kehidupan satwa lainnya dengan merusak habitatnya. Habitat dan satwa ini yang sebenarnya secara tidak langsung juga memberi manfaat pada kehidupan manusia.
Habitat satwa Orang Utan yang begitu kaya akan karbon di dalamnya, lahan gambut, memiliki masalah lainnya yaitu sering terjadi kebakaran sehingga membuat banyak flora dan fauna di dalamnya hilang atau menurun jumlahnya.
Berita yang saya baca tentang Orang Utan membuat saya iba.
Kebakaran Hutan Sawit di Kalimantan Selatan (MI/ Donny Susanto) |
“Terjebak kebakaran hutan, Orang Utan menyelamatkan diri ke kebun warga.” — Youtube BBC News
“Kebakaran hutan di Kalimantan meluas, Orang Utan terserang ISPA.” — BBC
“Habitat Orang Utan terancam akibat kebakaran hutan.” — AntaraNews
Orang Utan harus menyelamatkan diri mereka dari habitatnya, lahan gambut, yang terbakar. Hewan yang terancam punah itu lari ke kebun warga yang lebih aman. Tak hanya itu, mereka juga terserang ISPA atau masalah saluran pernafasan dan dehidrasi. Beberapa hewan liar, ular sanca, mati terpanggang karena tidak sempat menyelamatkan diri dari kobaran api yang panas padahal ular menjadi predator hama yang meruska perkebunan dan pertanian.
Lahan gambut: Mengenal Habitat Orang Utan
Hutan gambut yang menjadi habitat Orang Utan itu terbakar. Kejadian kebakaran hutan gambut selalu terjadi hampir setiap tahun. Di bulan-bulan tertentu asap kebakaran lahan dan hutan memenuhi ruang atmosfer.
Bagaimana lahan gambut terbakar ( sumber: Slide Ola Abas, 2023) |
Lahan gambut ini memiliki karakteristik berbeda dengan lahan mineral lainnya. Lahan gambut ini terbentuk dari sisa-sisa organik yang tertimbun dalam waktu yang lama. Keanekaragaman hayati di lahan gambut juga banyak. Pepohonan banyak tumbuh di atasnya. Itulah kenapa Orang Utan suka tinggal di lahan gambut karena di sana banyak makanannya.
Lahan gambut disebut sponge dan tandon air karena daya serapnya yang tinggi. Gambut dapat menampung air sebesar 450-850 persen dari bobot keringnya. Selain itu, gambut yang terdekomposisi juga mampu menahan air 2 hingga 6 kali lipat berat keringnya.
Masyarakat memanfaatkan segala tanaman yang ada di lahan gambut untuk dikelola dan menjadi mata pencaharian. Beberapa masyarakat memanfaatkan kayu rotan, meranti, untuk dikelola dan dimanfaatkan untuk kebutuhan mereka.
Sedangkan fauna yang ada di dalamnya, seperti Orang Utan, berfungsi untuk menjaga keberlangsungan ekosistem lainnya. Orang Utan berperan menjadi Umbrella Species atau yang memayungi atau menjaga keanekaragaman hayati di dalamnya terutama ekosistem lahan gambut dimana tempat mereka tinggal. Orang Utan sendiri seperti dalam kisah di atas, mereka adalah penyebar biji. Sisa makanan Orang Utan seperti biji-bijian akan disebar agar tumbuh menjadi tanaman baru. Biasanya biji-bijian yang disebar itu adalah tanaman berkayu padat dan bisa menyimpan banyak karbon di dalamnya. Makanya jika spesies Orang Utan menurun, maka kita juga akan kehilangan hutan dan spesies di dalamnya.
Gambut menyimpan cadangan karbon yang besar. Lahan gambut mengandung dua kali lebih banyak karbon dari hutan yang ada di seluruh dunia. Ketika terganggu, dikeringkan atau mengalami alih fungsi, simpanan karbon di dalam gambut terlepas.
Karhutla dan Kehidupan Flora dan Fauna
Saat webinar bersama #EcoBloggerSquad, Pantau Gambut dan Blogger Perempuan, Kak Ola Abas dari Pantau Gambut menjelaskan peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia pada rentang tahun 1997-1998 dan 2015. Saya refresh lagi ilmu lahan gambut yang sudah pernah dijelaskan tahun kemarin.
Luas hutan terbakar tahun 1997-199 seluas 11,7 hektar. Kerugian akibat kabut asap bisa mencapai 799 juta Dollar Amerika dan kerugian terkait emisi karbon sebesar 2,8 juta dolar amerika. Banyak banget ya. Di Papua, ratusan orang meninggal karena transportasi makanan dan keperluan suplai lainnya terhenti akibat asap kebakaran.
Habitat sawah, produk kayu dan non kayu banyak yang hilang karena kebakaran. Paska kebakaran hutan di Desa Jebus, Jambi, flora di sana mulai menyusut. Tanaman yang jumlahnya sedikit karena aktivitas penebangan pohon menjadi habis setelah terjadi kebakaran, seperti Perepat, Gelam, Meranti dan Kumpas. Kayu Garahu pun menjadi sedikit.
Begitu juga fauna di desa tersebut yang lama-lama punah setelah terjadi kebakaran 2015. Setelahnya, hewan liar seperti harimau, jalak, murai tidak terlihat keberadaannya oleh warga. Hewan lain seperti monyet, simpe dan babi hutan masuk ke kebun warga. Hewan tersebut dianggap menjadi hama pada tanaman pertanian dan perkebunan warga. Banyak petani yang gagal panen sebab selain disebabkan oleh asap kebakaran juga disebabkan oleh hewan hama yang berkembang pesat sebab tak ada predator lagi. Dari situ, imbasnya kita bisa lihat, keseimbangan ekosistem mulai rusak.
Menurut Pantau Gambut, Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yang paling rentan terjadi kebakaran berada di Kalimantan Tengah seluas 4,38 juta hektar. Dampak atas karhutla lahan gambut banyak, seperti rusaknya ekosistem, kabut asap, hilangnya ruang hidup warga sekitar, dan mempercepat laju perubahan iklim. Paling parah negara mengalami kerugian ekonomi.
Dampak karhutla ( sumber: Slide Ola Abas, 2023) |
Upaya Pengendalian Karhutla di Lahan Gambut
Upaya pengendalian lahan gambut bisa dilakukan dengan tiga tahapan dimulai dari pencegahan, pemadaman dan penanganan paska kebakaran.
Upaya Pencegahan sebenarnya paling penting untuk meminimalisir kebakaran hutan gambut dengan cara sosialisasi bahayanya kebakaran hutan, merevisi peraturan perizinan penggunaan lahan di lahan gambut, dan pengamatan serta pengawasan titik rawan kebakaran.
Upaya pemadaman kebakaran hutan dilakukan dengan :
Pembuatan sekat bakar yaitu membuat jalur yang dibersihkan dari bahan bakaran yang sengaja dibuat di wilayah yang rawan terjadi kebakaran untuk mencegah penyebaran api apabila terjadi kebakaran;
Sekat Kanal di Jebus (brgm.go.id) |
Pemadaman manual dengan mobil pemadam kebakaran dan tangki air;
Water bombing dengan menjatuhkan bom air dari helikopter untuk memadamkan api;
Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan cara menyemai garam untuk menciptakan awan hujan di atas area yang terbakar.
Upaya penanganan paska kebakaran bisa dilakukan dengan perancangan kebijakan mengenai restorasi gambut, melakukan restorasi gambut (rewetting, revegetation, revitalization) yang telah terdegradasi serta monitoring.
Desa Peduli Gambut Menuju Indonesia Merdeka Karhutla
Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan gambut di beberapa wilayah di Indonesia yaitu dengan membangun Desa Peduli Gambut yang berada di wilayah satuan kerja Badan Restorasi Gambut (BRG) Nasional. Sebanyak 626 Desa Pantau Gambut telah dibangun bersama mitra restrorasi.
Kenapa desa? Karena lahan gambut memang banyak berada di lokasi-lokasi pedesaan. Desa dianggap kunci kemajuan pembangunan sebuah bangsa. Desa berperan penting dalam menjaga ketahanan sosial, ekonomi dan lingkungan.
Penetapan Desa Peduli Gambut menjadi cara untuk restorasi lahan gambut. Beberapa metode yang dilakukan untuk restorasi gambut di Desa Peduli Gambut yaitu dengan rewetting (pembasahan kembali), revegetation (revegetasi), dan revitalization of livelihood (revitalisasi mata pencaharian masyarakat).
Harapannya, lahan gambut yang tersebar luas di negara kita akan terus lestari dan terhindar dari bencana kebakaran hutan dan lahan sehingga biodiversitas tetap terjaga.
Tak ada lagi berita Orang Utan yang terkena ISPA, lari ke kebun warga atau terbakar akibat kebakaran hutan gambut yang menjadi habitat bagi beragam flora dan fauna. Dimulai dari desa, maka negara akan berdaya karena dengan #BersamaBergerakBerdaya, kita bisa menjaga bumi kita tetap lestari dan demi Indonesia merdeka dari karhutla. Semoga tahun-tahun selanjutnya negara kita bebas dari asap karhutla.
Kalian bisa menjaga bumi dengan mengikuti challenge di website TeamUpForImpact (TUFI) poin yang kalian kumpulkan seolah kalian telah menanam satu pohon. Semakin besar challenge yang berhasil kalian lakukan seolah-olah kalian telah menanam banyak pohon. Menarik, kan!
Referensi
Queenborough, S.A., Mazer, S.J., Vamosi, S.M., Garwood, N.C., Valencia, R. and Freckleton, R.P. 2009. Seed mass, abundance and breeding system among tropical forest species: Do dioecious species exhibit compensatory reproduction or abundances? J Ecol 97: 555‐566.
https://brgm.go.id/profildesapeduligambut/
https://www.internationalanimalrescue.or.id/setiap-makhluk-punya-peran-terhadap-bumi-termasuk-orangutan-lho/
https://www.orangutan.or.id/id/why-orangutans-matter#:~:text=Sebagai%20spesies%20kunci%2C%20orangutan%20berperan,luar%20biasa%20sembari%20membuang%20biji.
Saya yang hidup di Madura memang jauh dari hutan karena hampir tidak ada hutan yang luas di sini. Kadang berpikir, pengen juga menjaga hutan. Dan ternyata itu bisa saya lakukan dari rumah ya Mbak? Bisa dengan mengurangi penggunaan tisu dan kemasan kertas. Juga bisa mengikuti challenge di TeamUpForImpact.
BalasHapusSebagai orang Kalimantan yang berdampingan dengan hutan, ada ekosistem yang harus dijaga dan menjadi hak banyak mahluk hidup lainnya, tak hanya manusia. Hutan menjadi tempat bermukimnya banyak flora dan fauna dan hutan menjadi hak mereka juga
BalasHapusNgebayangin jadi orang utan yang hidup lagi nyaman2nya ehh tiba2 direnggut semua kenyamanan itu ya jadinya marah, bingung, harus ke mana, ngga bisa hidup nyaman, ngga ada makanan. Mirisnya habitat Orang Utan, si lahan gambut, kini habis dilalap si jago merah. Padahal dampaknya juga ngga main-main. Apalagi yang tahun 2015 sama 2019 waduuhhh kerugiannya juga parah banget.
BalasHapusBagus banget nih program Desa Peduli Gambut, jadi masyarakat bisa mengelola dan menjaga lahan gambut dengan baik. Karena, gambut punya peran penting sebagai tempat hidup orang utan.
BalasHapusSemoga kampanye yang terus menerus semakin menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lahan gambut. Sehingga kebakaran hutan tidak ada lagi. Bukan hanya orang utan yang terselamatkan tapi banyak flora dan fauna yang ada dalam ekosistem hutan.
BalasHapusYang mirisnya tu ya, Mbak, lahan gambut terjadi melalui proses alami ribuan tahun, eh giliran rusak hanya butuh waktu sekejap aja.
BalasHapusSemoga makin banyaj yg pedeli dg lahan gambut dan berupaya menjaganya.
Bukan perumpamaan yang menggelikan, kok. Menurutku, malah seharusnya kita bisa berempati, menempatkan diri sebagai orang utan dsb yang kehilangan rumah mereka. Tapi yah, pada sesama manusia aja banyak yang sulit berempati, apalagi pada hewan :(
BalasHapusWaktu kebakaran hutan di Kalimantan ada ular sebesar pohon kelapa sampai mati kan ya, nah itu juga bukti kalau kebakaran hutan emang merusak lingkungan juga populasi hutan, termasuk komunitas di dalamnya...
BalasHapusJadi emang seharusnya kita menjaga hutan. Juga lahan gambut
Bener mbak salah satu yang bikin sedih dari kebakaran hutan dan lahan ya spesies yang tinggal di sana kehilangan habitatnya. Jujur gak kebayang ketakutan yang kerap dihadapi oleh orang utan karena akibat ulah manusia yang merampas habitatnya. Sedih juga karena hutan pasti rusak juga akibat kebakaran.
BalasHapusTidak bisa membayangkan jadi orang utan yang kehilangan tempat tinggalnya. Sedih ya kalau ada berita tentang kebakaran hutan. Udara dulu tuh sejuk, masih hijau. Tapi sekarang? Btw, jadi pengen ikutan challenge.
BalasHapusPenting bgt buat menjaga kelestarian hutan apalagi lahan gambut ini ya kak. Bnyk flora fauna yg hdp di dlmnya. Jk ada kebakaran, kehidupan mereka bakal terancam. Edukasi2 spt ini lah yng hrs digerakkan bjar masyarakat paham cara menjaga dan melestarikan hutan.
BalasHapusBukan cuma orang utan ya tapi semua satwa yang ada di hutan bisa terdampak bila ada karhutla. Yuk semuanya bersinergi mencegah karhutla.
BalasHapussedikit sekali ya yang paham soal peranan dan pentingnya lahan gambut. selain tugas kita sebagai bloger, perlu juga nih jadi bahan obrolan ringan diantara emak-emak sesama ortu sekolah, daripada gosip gak jelas kan ya? hehe. yang penting, ngasih edukasi juga ke anak biar mengenal lahan gambut. tugas yang agak berat, yaaa kita butuh kerjasama semua pihak termasuk pihak swasta dan pemerintah sebagai pengawas dan pengatur undang-undang.
BalasHapusKasihan sekali orang utan jika hutan terbakar terus
BalasHapusPenduduk hutan jadi kemana-mana
Hasilnya yaa kita manusia juga yang merasakan gangguannya
lahan gambut ini memang harus kita jaga krn manfaatnya tuh bagus bgt, terutama utk kita masyarakat Indonesia yg sadar ga sadar tinggal di barisan ring of fire yg potensi kebakarannya tuh tinggi, nah gambut bs jadi solusi
BalasHapusTahun lalu pulang ke Kalsel dan diajak jalan-jalan sama keluargaku ke gunung. Ini sebutan untuk wilayah yang masih banyak hutannya. Dulu masih gampang lho menemukan orang utan di pinggir jalan atau bergelayutan di pohon dari kejauhan. Namun sejak sering kebakaran hutan, orang utan memang semakin sulit kelihatan. Habitat mereka jelas terganggu dengan adanya api dan banyak asap :((
BalasHapussetuju kak, sudah saatnya kita lebih sadar sama keberadaan lahan gambut dan memberi atensi juga. apalagi lahan gambut indonesia itu tempatnya flora dan fauna yang eksotis di indonesia
BalasHapusTerbayang bagaimana perasaan tersiksa, takut, mencekam yang dialami sama Orang Utan ketika tempat ia biasa tinggal dan menjalani kehidupan mendadak terbakar. Wajar jika akhirnya dia mencari perlindungan baru ke kebun warga.
BalasHapusTernyata ada banyak sekali jalan yang bisa ditempuh untuk turun tangan menjaga hutan walau nggak menetap berdampingan dengan kawasan hutan. Aku sudah lama mulai tergoda mengikuti apa yang banyak disarankan lewat challenge dari TeamUpForImpact waau tertatih-tatih untuk membiasakannya sih Mba.
Miris sekali membaca data dengan tingginya persentase orang utan yang punah sampai saat ini. Jika ini terus dibiarkan, bisa jadi orang utan tinggallah nama di masa yang akan datang.
BalasHapusSaatnya bergandengan tangan, bersama-sama menjaga hutan, lahan gambut, dan juga orang utan agar tetap lestari demi kehidupan anak cucu kita yang tetap lestari di masa depan
Sempat beberapa kali baca berita tentang karhutla ini yg tiap tahun ada aja. Memang kudu fokus cari solusi sih ya baik pemerintah maupun masyarakatnya.
BalasHapusGak ada kejadian tanpa sebab yaa, kak..
BalasHapusDan semoga adanya orang utan yang masuk desa atau ke pemukiman manusia, membuat kita semua sadar bahwa ada alarm yang berbunyi mengenai kerusakan alam. Jadi warning tersendiri dan semoga dengan adanya kerjasama yang baik masyarakat dengan pemerintah untuk merestorasi hutan Indonesia, membuat kita semua hidup nyaman kembali.