"You are never too old to set another goal or to dream a new dream."
- C. S. Lewis
Rasanya hatiku langsung tergugah ketika membaca quote itu.
Tergugah untuk mewujudkan keinginan lama yang pernah terlupakan bertahun-tahun
lamanya. Mungkin bukan keinginan yang persis seperti dulu lagi. Setidaknya di
dunia yang sama.
Sejak SMA, aku sangat suka sekali mendengarkan radio. Suara
penyiar yang merdu kadang membuatku iri. Namun, keinginan itu hanyalah sebuah
mimpi yang tidak perlu diseriusi untuk dilanjutkan. Aku tahu orang tua mungkin
kurang setuju jika aku memilih menjadi penyiar. Aku sadar diri juga kalau
suaraku kadang terdengar cempreng. Meskipun begitu, aku selalu saja menjadi
pembaca UUD'45 bahkan sejak masih SD hingga SMA. Apakah itu adalah pertanda
suaraku memang terdengar merdu? Ah! Aku terlalu pede!
Ketertarikanku dengan dunia broadcasting membuatku membeli
buku tentang pekerjaan penyiar radio. Lagi-lagi, buku itu hanya berakhir di rak
buku. Aku tidak ada keberanian untuk mewujudkannya.
Suatu siang, ketika aku baru menjadi mahasiswa baru di
Fakultas Teknik, aku sedang duduk bersama teman satu kelompok yang berbeda
jurusan untuk mengerjakan tugas. Tiba-tiba seorang teman heran dengan
kecerewetanku. Mungkin aku terlalu sering mengoceh sampai telinganya seperti
dijejali kertas-kertas. Sumpek. Mungkin itu adalah kata yang tepat.
Iseng saja aku berkata, "Sebenarnya aku tertarik dengan
penyiar radio." Keinginan itu
terucap begitu saja tanpa pikir panjang.
"Oh, pantes!" ujarnya. Aku sedikit terkejut. Pantas
suaraku bagus atau pantas aku cerewet? Haha. Mungkin lebih tepatnya karena aku
bercerita panjang dan lebar tanpa jeda.
Tahun demi tahun berganti. Tugas kuliah yang padat membuatku
tidak lagi berjumpa dengan temanku itu. Hingga akhirnya, dia menanyakan
keinginanku itu apakah sudah terwujud? Aku sempat lupa beberapa saat kemudian
dia mengingatkanku. Lantas aku tertawa. Kuanggap keinginanku itu tidak serius.
Rupanya dianggap serius sama dia.
"Sudah. Sudah. Nggak serius itu," jawabku kala
itu.
Sekarang, membaca quote di atas, aku tersadar bahwa tak ada
kata terlambat untuk mewujudkan impian dan tujuan yang ingin dicapai. Apakah
sekarang waktu yang tepat untuk mewujudkan itu?
Mengingat, kondisi sekarang yang sudah berumah tangga dan memiliki dua
buah hati berbeda dengan dulu yang masih single dan mudah untuk melakukan
mobilisasi kemana saja dan kapan saja. Aku tidak mungkin lagi menjadi penyiar
radio karena selain kondisi tersebut usiaku pun sudah terlambat. Tapi, apakah
benar-benar terlambat terjun di dunia suara? Sepertinya tidak juga. Mari kita
lihat kisahku selanjutnya.
Awal Mula Berkarya di dalam Dunia Siniar
Perkembangan dunia siniar saat ini semakin pesat dibarengi kemajuan teknologi. Apalagi para pendengar siniar rata-rata adalah anak muda usia 20-35 tahun. Content Creator di siniar juga semakin berkembang.
Tahun 2020 kemarin aku melihat sebuah pengumuman di media
sosial tentang kelas Podcast buat pemula dari Siberkreasi. Aku pun teringat
dengan keinginan lawasku itu. Meski aku tidak mungkin menjadi penyiar lagi,
kusadar diri usia dan kemampuan tidak nutut. Jadi aku menganggap ini
kesempatanku untuk menyalurkan hobiku dalam 'bersuara'.
Karena aku belum tahu apa-apa tentang dunia siniar, maka aku
mendaftar kelas Podcast Siberkreasi Batch 2 yang bekerja sama dengan
Kemenkominfo tersebut. Tujuannya tak lain agar aku bisa lebih aham dengan
dunia siniar.
Ternyata, ilmu tentang dunia siniar bagi orang baru
sepertiku begitu banyak. Materi diberikan sekitar dua kali pertemuan selama
tiga bulan. Senang rasanya bisa mengikuti kelas tersebut karena aku jadi tahu
banyak hal tentang dunia siniar.
Aku jadi tahu bagaimana persiapan rekaman dengan membuat
script, pembagian season dan episode, teknik merekam dengan ponsel atau dengan
mic, alat-alat apa saja yang biasa dipakai untuk rekaman, teknik auditing audio
dengan aplikasi di ponsel atau di PC, dan cara memublikasikan di Anchor,
editing sampul, monetisasi, bahkan sampai branding suara kita.
Belum sampai disitu, Siberkreasi menyelenggarakan lagi
Master Class podcast. Tak ingin melewatkan, aku ikut mendaftar.
Aku bisa menyimpulkan sebenarnya lingkup podcast lebih luas dibanding blogging. Podcast itu sebenarnya
blogging yang disuarakan. Itu menurutku sebagai podcast pemula ya.
Bedanya, blogging itu ditulis dan podcast itu direkam. Semua
sama-sama membutuhkan perangkat untuk editing. Kalau blogging memerlukan
editing gambar dan video untuk mendukung isi konten. Sementara kalau podcast
membutuhkan editing audio, gambar, audiogram dan bisa juga video singkat hanya
untuk promosi podcast.
Blogging juga perlu platform untuk menulis, bisa Wordpress atau Blogger. Sementara podcast perlu platform seperti Anchor.fm yang bisa memublikasikan hasil rekaman, membuat episode, mengedit audio, menambah latar musik, dan personalisasi akun podcast kita.
Siniar : Inovasi Media Berkarya di Era Digital
Karena podcast termasuk dunia suara, jadi podcast itu sebenarnya hampir mirip dengan radio. Hanya saja podcast itu bisa didengarkan secara on-demand dengan aplikasi kapan saja dan dimana saja. Podcast itu bisa didengarkan sambil beraktivitas lain dan bisa jadi pengisi kebosanan ketika sedang menunggu sesuatu, seperti di tengah kemacetan atau menunggu antrian.
Kenapa sih Memilih Podcast?
Nah, kenapa sih aku memilih podcast sebagai ruangku untuk
berkarya?
1. Mencoba hal baru. Aku termasuk orang yang kalau penasaran dengan hal baru ingin mencoba. Dunia siniar ini termasuk hal baru buatku. Hanya pernah mendengarkan beberapa episode tapi tidak pernah tahu bagaimana cara membuatnya. Harapanku, pengalamanku tentang podcast bisa lebih baik.
2. Hobi. Seperti yang aku ceritakan sebelumnya kalau aku tertarik dengan dunia "suara", bukan dunia tarik suara seperti menyanyi ya! Senang saja rasanya berceloteh dengan gaya ala penyiar radio meskipun suaraku tidak sebagus penyiar radio. Rasanya pas ya dengan statusku saat ini sebagai emak-emak yang suka mengomel. Bagus deh kalau aku ngomel-ngomel pakai intonasi ala penyiar radio. Sekalian latihan, kan!
3. Menambah jaringan pertemanan. Menjadi podcaster tentunya akan terhubung dengan jaringan pertemanan yang lebih luas. Dari jaringan pertemanan ini setidaknya aku bisa belajar mengolah suara karena mendengarkan suara-suara para master di podcast. Belum lagi jika tergabung dalam komunitas maka ada saja program untuk pengembangan diri, seperti review podcast kita dari para masternya, mengikuti challenge bersuara, dan lain sebagainya.
4. Menambah ilmu dan pengalaman. Jelas sekali ini ilmu dan pengetahuan tentang podcaster akan bertambah ketika kita masuk ke dalam dunia siniar. Pengalaman pembuatan script, rekaman, editing audio, audiogram dan lain sebagainya adalah hal yang sangat baru buatku.
5. Dekat dengan pendengar. Karena produk dari podcast ini adalah audio atau suara kita jadi seolah-olah podcaster dan pendengar itu tidak ada jarak. Seperti memiliki kedekatan yang erat. Meski tak bertatap muka namun terasa sedang duduk bersebelahan dan bercerita tentang banyak hal.
6. Bisa monetisasi. Sebenarnya poin ini bukan menjadi hal utama buatku. Hanya saja jika podcast-ku bisa dimonetisasi kenapa tidak? Oiya, monetisasi ini tidak melulu untuk mendapatkan uang ya, tetapi juga mendapatkan sebuah produk untuk direview. Sesuatu yang kita peroleh ketika mengembangkan podcast. Dan karena aku baru sekitar 30 episode jadi aku belum monetisasi. Belum maksimal sih. Ah! Semoga setelah ini bisa dimonetisasi.
7. Sebagai media pembelajaran untuk milenial. Salah satu tujuan terakhirku adalah podcast bisa menjadi media pembelajaran untuk milenial dan membuka pikiran tentang suatu fenomena. Sebenarnya aku juga tidak ingin podcast-ku terlalu berat untuk didengarkan tetapi ada entertain dan edukasinya. Karena kalau sasaran anak milenial yang suka dengan acara hiburan, jadinya tujuan media pembelajaran yang kaku akan sulit diterima. Makanya aku masih berusaha membuat podcast dengan tema yang ringan dan bisa diterima.
Alasan Memilih Podcast |
Terjun Langsung ke Dunia Siniar
Tak perlu waktu lama setelah kelas Master selesai, aku mulai
merancang apa yang aku jelaskan di podcast. Belum sempat melakukan rekaman,
komunitas The Podcasters Indonesia yang menyelenggarakan dua kelas podcaster
mengadakan tantangan 30 Hari Bersuara.
Ah, kesempatan nih untuk mengisi konten podcast! Pikirku
waktu itu. Namun, tetap saja ada terbersit dalam kepala, "Apakah aku yakin
bisa melewati tantangan 30 Hari Bersuara? Mengingat 30 hari adalah waktu yang
cukup panjang. Aku pernah mencoba menulis setiap hari menulis saja selalu ada
yang bolong, apalagi ini bersuara yang aku tidak pernah terjun langsung ke
dalamnya.
Kira-kira aku bisa nggak ya? Yakin anakku nggak keteteran?
Kerjaan lain juga nggak keteteran? Terus kapan aku harus podcast? Pastinya
malam hari saat semua sudah tidur. Apa aku bisa menahan kantuk malam-malam demi
rekaman?
Setelah mencoba menjawab pertanyaan itu dan antisipasi semua
yang mungkin terjadi, akhirnya aku mendaftarkan diri untuk mengikuti challenge
30 Hari Bersuara dari The Podcasters Indonesia. Yeay!
Persiapan Produksi Podcast
Aku sempat menganggap
produksi podcast itu susah sekali. Namun, aku coba membuatnya. Banyak
persiapan yang kulakukan sebelum produksi podcast.
1. Menentukan nama dan niche podcast
Menentukan nama dan niche podcast ini termasuk cukup sulit
karena nama podcast lebih baik yang mudah diingat dan niche yang tidak biasa.
Ada beberapa pilihan niche waktu itu, seperti parenting, literasi, sastra atau
fiksi, ataukah tentang latar pendidikanku dalam bidang perencanaan kota? Aku
memutuskan mengambil sesuai latar pendidikanku. Alasannya sih agar aku tidak
sampai melupakan ilmu yang aku dapat.
Tapi apakah akan ada yang mendengar? Mengingat aku ingin
tujuan podcastku itu menghibur tapi juga mendidik, tidak berat dan dekat dengan
keseharian, apalagi usia milenial (sekitar 20an) yang lebih banyak mendengar
podcast.
Aku sempat bingung
dengan niche podcast yang mau aku buat. Memang sih bisa saja kalau gado-gado
tapi katanya lebih baik podcast memiliki niche khusus. Akhirnya aku
membuat nama Kotakatalita dengan niche perkotaan atau segala hal yang ada di
kota dan desa.
2. Install aplikasi pendukung podcast
Beberapa aplikasi yang aku gunakan untuk podcast adalah Anchor.fm, Spotify, Audilab, Canva, Headliner. Untuk merekam suara sebenarnya bisa menggunakan Anchor.fm, tetapi kurang leluasa jadi aku menggunakan perekam suara yang sudah tersedia di ponsel. Untuk mengedit audio atau hasil rekaman, aku memakai Audilab.
Sebenarnya aku mau mencari aplikasi Audicity versi ponsel
atau paling tidak mirip Audicity di PlayStore jadi bisa menambah audio di layer
kedua dan ketiga kemudian bisa diedit volumenya ketika aku ada suara sedang
berbicara. Namun, ternyata sangat susah sekali mencarinya karena Audicity ini
hanya bisa digunakan di PC. Dan, Audicity ini salah satu software yang
direkomendasikan saat ikut kelas podcast Siberkreasi.
Mencari aplikasi editing audio di Play Store ini juga cukup
lama karena aku harus mencari yang tidak berat di ponsel tapi punya fitur yang
cukup dasar seperti cut, mix, trim, dan efek. Bolak-balik aku instal dan uninstall aplikasi dari Play Store karena
banyak yang tidak cocok. Akhirnya, aku menemukan Audilab. Memang sih sedikit
terpisah-pisah untuk editing, tapi lumayan lah untuk edit audio.
Aku juga menginstall
Spotify Lite yang lebih ringan dibanding Spotify untuk mendengar podcast.
Setelah kita mengunggah hasil edit rekaman kita di Anchor.fm, maka secara
otomatis podcast kita akan muncul di Spotify, Google Podcast, Breaker,
PocketCasts, dan Radio Public.
Sedangkan saat editing
gambar sampul episode podcast aku pakai Canva yang memiliki banyak template
gratis dan menarik. Tidak cuma itu, aku menginstal Headliner untuk
membuat Audiogram yang bisa memunculkan gelombang suara kita pada sebuah
gambar. Audiogram ini pas sekali untuk promosi episode podcast kita di media
sosial seperti Instagram.
3. Membuat akun Podcast
Mungkin banyak yang bingung bagaimana caranya membuat
podcast? Sebelum melakukan rekaman, maka kita harus punya akun podcast dulu.
Membuat akun podcast ini bisa dilakukan di Anchor.fm. Tinggal masukkan saja
nama podcast, deskripsi podcast, kategori podcast dan bahasa podcast.
4. Mempersiapkan perlengkapan podcast
Membuat podcast tentu aku harus mempersiapkan perlengkapan
yang memadai. Karena aku hanya memiliki alat yang terbatas maka aku cuma
menggunakan ponsel saja. Sedangkan kalau lihat podcast-podcast senior,
alat-alat mereka begitu komplit, seperti:
- Microphone
- Pop filter
- Audio Interface
- Headphone
- Digital Audio Workstation
- PC
Memulai Produksi Podcast
Setelah persiapan selesai, aku juga melakukan beberapa hal
hingga podcast Kotakatalita siap diperdengarkan kepada khalayak.
1. Pembuatan Script
Oiya, awalnya aku membuat trailer untuk menjelaskan secara
singkat tentang podcast yang aku beri nama Kotakatalita. Podcast yang bercerita
tentang segala hal yang ads di kota dan desa.
Sebelum rekaman trailer, aku membuat script.
Sempat salah berkali-kali. Aku tulis ulang lagi. Rekaman
berkali-kali. Ternyata prosesnya memang tidak gampang. Apalagi tidak terbiasa
berbicara dengan intonasi yang menyenangkan. Akhirnya aku sudahi saja membuat
trailer. Mungkin nanti aku akan merekam ulang lagi.
Aku mulai berkonsentrasi dengan challenge 30 Hari Bersuara.
Aku membuat script di siang hari sesuai dengan tema yang sudah ditentukan.
Script yang aku tulis berupa paragraf lengkap alias bukan berupa poin-poin.
Alasannya karena aku belum terbiasa berbicara tanpa teks. Ngomong sendiri
dengan poin-poin itu membuatku khawatir tidak akan bisa ngomong.
2. Proses Rekaman
Nah, ini dia yang agak deg-degan. Pertama rekaman aku
jongkok di ruang tamu dan ditutupi selimut saat malam hari. Terus ketika ada
suara tokek dan kodok, terpaksa aku harus mengulang karena suara hewan itu
masuk ke rekaman. Terus aku coba rekaman di bawah meja. Ternyata ada suara
noise cukup mengganggu. Dan aku baru sadar kalau aku berada sekitat 1,5 meter
dari kulkas. Itu sangat mengganggu. Akhirnya aku masuk ke dalam mobil. Haha.
Dan hasilnya lumayan. Noise jauh berkurang. Suara kodok dan tokek tidak
terdengar.
Saat aku rekaman menggunakan ponsel pun posisinya seperti
orang sedang menelepon. Jadi ponsel ditaruh di telinga. Proses rekaman tema
pertama membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit hanya untuk podcast lima
menit karena harus cari tempat yang pas. Jadi aku mengulang berkali-kali karena
merasa intonasi kurang, belepotan, dan lain-lain.
Daripada aku mengulang terus, besok-besoknya setiap aku
salah omong aku tetap melanjutkan rekaman tapi hanya mengulang di bagian yang
salah saja. Selanjutnya yang salah itu akan aku hapus lewat aplikasi.
Hasilnya bagaimana merekam pakai ponsel? Suara memang
terdengar nyaring tetapi saking dekatnya dengan ponsel jadi suara menarik nafas
saja kedengeran atau bunyi lidah klak klak juga kedengeran. Sementara ketika
aku ikut kelas Siberkreasi, suara klak klak itu mengganggu kualitas dan bisa
diedit dengan software jadi suara bisa lebih halus.
3. Editing Audio
Sebenarnya bisa juga kok setelah rekaman, hasilnya langsung
diunggah di Anchor.fm dan ditambah dengan latar musik. Lebih simpel. Tapi aku
masih harus mengeditnya di aplikasi karena ada beberapa bagian yang harus ku
hapus, seperti omongan yang salah dan jeda yang terlalu lama. Aku juga menambah
volume, memberi efek dan menghapus noise agar terdengar lebih jelas.
Nah, paling sebal itu, kalau aku merekam lebih dari 10 menit
ternyata memori sudah penuh. Pada akhirnya beberapa foto, video, dokumen aku
pindahkan dulu ke Drive atau aku hapus. Bahkan beberapa aplikasi yang belum
dipakai terpaksa aku uninstall. Baru deh bisa lagi mengedit suaranya.
4. Editing Sampul
Pembuatan grafis untuk
sampul ini setidaknya mampu menarik perhatian pendengar. Setelah selesai
edit audio, aku menggunakan aplikasi Canva untuk membuat sampul episodenya
karena prosesnya lebih sederhana.
5. Publikasi di platform
Rasanya hati begitu bahagia ketika hasil edit rekaman aku
unggah ke Anchor.fm. Aku pun memilih-milih musik latar pada rekaman podcastku.
Kelegaan begitu kuat terasa ketika audio ditambahkan ke segmen episode, menulis
judul, menambahkan deskripsi, mengunggah ganbar sampul dan tulisan publish di
pilih.
Yeay! Episode podcast berhasil dipublikasi. Hanya dalam
waktu sekitar sepuluh menit, episode podcast sudah bisa didengarkan di Spotify,
Google Podcast, Breaker, PocketCasts dan Radio Public. Sekarang sudah ada 32
episode podcast yang bisa didengarkan di podcast Kotakatalita.
6. Membuat audiogram
Eh meskipun senang melihat episode podcast sudah bisa
didengarkan di Spotify, aku masih harus memublikasikan di Instagram
Kotakatalita dengan tampilan unik audiogram. Di aplikasi itu, tinggal memilih
episode yang sudah dipublish maka gelombang suara akan muncul. Kita bisa pilih
berbagai macam gelombang suara.
7. Publikasi di sosial media
Proses terakhir inilah yang menentukan jumlah pendengar podcast. Atas saran podcaster senior bahwa lebih baik ada media sosial khusus untuk podcast. Dan aku akhirnya membuat Instagram Kotakatalita hanya untuk podcast tentang perkotaan.
Kendala-Kendala Produksi Podcast
Meskipun membuat konten di podcast Kotakatalita sudah
mencapai 32 episode, bukan berarti aku tidak mengalami kendala dalam produksi
podcast. Membuat konten secara teratur demi meningkatkan jumlah pendengar itu
memiliki tantangan tersendiri buatku apalagi selama ini aku melakukan produksi
podcast di ponsel saja. Bagi teman-teman yang mau produksi podcast lewat ponsel
mungkin juga perlu mengantisipasi kendala podcast lewat ponsel seperti yang aku
alami. Kendala selama produksi podcast lewat ponsel yang aku alami yaitu:
1. Noise yang masih muncul
Lingkungan rekaman itu sangat mempengaruhi juga kualitas
suara. Biasanya orang merekam di lingkungabbn yang sepi tapi kalau di rumahku
dimana antar tetangga itu sangat dekat, tentu saja akan ada suara-suara lain
yang terdengar. Memang bagusnya di ruangan yang tidak terdengar suara burung,
motor, atau tetangga sedang berbicara.
Penggunaan alat rekaman
memang sangat mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan. Tantangan
rekaman menggunakan ponsel adalah suara noise yang masih terdengar dan suara
lidah yang terdengar klak klak klak. Dan itu sangat mengganggu. Beda sekali
kalau mendengar podcaster lainnya, apalagi yang podcast exclusif, rekaman audio
mereka tidak terdengar suara noise, atau bahkan suara klak klak lidah dengan
mulut. Beda sekali denganku yang memakai rekaman ponsel. Suara noise dan bunyi
klak klak tetap ada. Biasanya podcaster
pro memakai microphone, pop filter, dan disambungkan ke PC/laptop untuk proses
rekaman sehingga suara bisa lebih jernih. Tujuan pop filter ini memang
meminimalisir suara noise.
Sebenarnya aku sudah mencoba menghilangkan suara yang
mengganggu itu dengan aplikasi. Sayangnya, suara itu tetap saja muncul.
Akhirnya aku biarkan saja. Ada rasa kurang puas saja dengan kualitas suara yang
ada.
2. Ruang penyimpanan yang terbatas
Salah satu hal yang paling menyebalkan saat edit audio di
ponsel adalah ruang penyimpanan yang terbatas. Pada akhirnya, aku terbatas
untuk berbicara karena semakin lama waktu maka ruang yang dibutuhkan untuk
menyimpan file semakin besar. Sementara untuk edit rekaman 10 menit saja aku
sampai mengorbankan beberapa aplikasi untuk dihapus. Biasanya aku antisipasi
untuk membiarkan beberapa bagian audio yang tidak begitu parah. Sedangkan yang
kesalahan parah baru aku hapus rekamannya.
Belum lagi aku harus membuat sampul episode dan audiogram
yang juga memakan ruang penyimpanan yang tidak sedikit. Dan itu sangat
mengganggu waktuku yang bisa untuk kegiatan lainnya. Keterbatasan ruang
penyimpanan ternyata mampu mengurangi
efektifitas produksi.
3. Tiba-tiba eror saat editing
Edit audio podcast lima menit saja bisa membutuhkan waktu
sampai setengah jam. Apalagi kalau banyak yang belibet ngomongnya. Terus pas
lagi asyik-asyiknya edit rekaman tiba-tiba aplikasi eror. Sebel banget deh! Dan
itu sering terjadi saat aku masih mengedit rekaman lima menit pertama. Kalau
sudah begitu aku harus mengulangi lagi. Kalau sudah kesal, akhirnya aku
membiarkan ada yang belibet sedikit. Huff! Kalau kalian ada waktu untuk
mendengar podcastku coba perhatikan saja pada bagian-bagian yang belibet
kalimatnya.
4. Gelombang suara yang kurang detail
Meskipun podcaster itu lebih berfokus pada editing audio,
namun saat mengedit pun podcaster menggunakan software/aplikasi yang
menampilkan gelombang suara rekaman. Semakin diperbesar maka gelombang suara
itu semakin terlihat jelas sehingga mudah untuk mengedit batas antara tiap
kata. Tampilan grafis yang berkualitas tentu memudahkan podcaster untuk
mengedit audio.
5. Perlu usaha besar untuk editing
Kadang-kadang saat edit audio, perangkat menjadi melambat
padahal baru saja memulai editing tapi loadingnya cukup lama. Atau sudah edit
lama, tinggal sedikit lagi selesai, eh perangkat lagi loading lemot bahkan tak
jarang langsung eror. Rasanya sebel banget kan. Dengan masalah-masalah
tersebut, pada akhirnya aku perlu usaha besar untuk edit audio. Tentu sangat
menguras energi dan waktu. Pekerjaan lain kadang jadi tidak segera tersentuh.
Kreativitas di Dunia Siniar dengan VivoBook 14 A416
Dari kendala-kendala yang aku sebutin di atas, itulah kenapa
diperlukan laptop atau PC dengan fitur yang bisa memenuhi kebutuhan untuk
nge-podcast dibandingkan dengan smartphone yang memiliki ukuran yang kecil.
Tentunya menggunakan laptop atau PC yang memiliki kinerja bertenaga, kapasitas
penyimpanan besar, dan kecepatan data yang besar itu tidak akan mengganggu
produktivitas kita.
Cuma aku juga sempat berpikir apakah aku akan terus berkarya
di podcast selain menulis blog dan fiksi? Apakah kalau aku menggunakan laptop
atau PC yang performanya bagus akan meningkatkan produktivitasku dalam
berkarya? Bagi podcaster, blogger, penulis sekaligus sesekali menjadi youtuber
sepertiku memang perlu perangkat yang mendukung produktivitas dalam berkarya.
Apalagi ketika aku harus personal branding di media sosial. Pastinya semua
aplikasi multimedia harus dimanfaatkan.
Sampai saat ini pun, laptop merupakan perangkat teknologi yang bisa dibawa kemana-mana. Namun, laptop yang seperti apa? Bagi para podcaster yang ingin mencari laptop berkualitas tinggi dan dapat diandalkan kapan pun, dimana pun dan oleh siapa pun maka pilihan laptop ASUS inilah yang tepat, khususnya ASUS Vivobook 14 A416. Seolah memberi titik terang untuk para podcaster, ASUS Vivobook A416 ini memberikan kinerja dan visual yang imersif. Kenapa begitu? Ini dia alasannya.
1. Desain yang Elegan, Ringkas dan Simpel
Siapa yang tidak suka dengan desain yang elegan? Semua pasti
suka karena menjadi pemicu semangat untuk berkarya. Desain Asus Vivobook 14
A416 ini didesain mengikuti gaya hidup kita yang serba ringkas karena laptop
portabel ini hanya memiliki bobot 1,6 kg dengan ketebalan 19,9 mm sehingga
mudah dibawa kemana-mana. Selain itu, charger ringkas dan mudah dimasukkan ke
dakam kompartemen di dalam tas. Tampilannya sangat bagus dan elegan dengan
lapisan Transparent Silver atau Slate Grey.
Kenapa laptop ini jadi
terlihat lebih kecil dibanding laptop pada umumnya? Karena adanya teknologi
Nano Edge Bezel. Teknologi ini meghadirkan bezel yang sangat tipis
laptop ini dengan screen-to-body ratio 82% membuat area layar laptop ASUS Vivobook 14 A416 ini lebih banyak
dibanding laptop biasanya. Dengan begitu maka pengalaman bekerja,
berkarya dan bermain dengan laptop ini akan menjadi lebih imersif termasuk juga
dalam menikmati konten multimedia.
Rasanya kita akan sangat lega menggunakan laptop ASUS ini karena menggunakan
teknologi Nano Edge Bezel.
Tepatlah jika laptop ini terkanl menjadi salah satu laptop
14 inchi paling kecil di dunia. Meskipun layar laptop ini berukuran Full HD 14" tetapi layar
laptop ini bisa dibuat dalam form factor sebuah laptop berukuran 13". Hal
itu karena teknologi Nano Edge Bezel. Perbandingan rasio layar dengan besar
laptop mencapai 97%. Itulah kenapa laptop ini terlihat maksimal layarnya
meskipun ukurannya kecil.
Kalau sudah berbicara layar, maka penting banget untuk
mengetahui ketersediaan lapisan anti-glare di laptop. Apalagi untuk pengguna
yang sering banget berhadapan dengan laptop. Aku sering banget mengalami mata
panas karena sering menatap layar dan jadi nggak fokus dengan apa yang aku
kerjakan di laptop padahal aku harus bisa terus fokus meski dalam waktu
beberapa lama untuk menyelesaikan semua pekerjaanku.
Nah, tujuan lapisan anti glare atau anti silau ini adalah
untuk mengurangi gangguan yang tidak diinginkan dari pantulan dan silau yang
mengganggu. Pokoknya nggak perlu khawatir deh kalau sampai fokus hilang
gara-gara layar yang silau, apalagi yang berkacamata sepertiku dan tidak bisa
tahan berlama-lama di depan laptop.
Oiya, kelebihan lainnya laptop ini adalah sudut pandang yang
luas sebesar 178°. Artinya, dimanapun pengguna berdiri atau duduk dari sudut
layar laptop maka konten pada layar masih akan terlihat jelas. Sangat cocok
jika kita ingin berdiskusi dengan content creator lainnya.
2. Kinerja Cepat dan Efisien
Di era modern yang dituntut kerja serba cepat ini, maka
penggunaan laptop ASUS Vivobook 14 A416 sangatlah mendukung gaya hidup kita
sekarang. Nggak mau kan waktu terbuang hanya gara-gara loading laptop yang lama
yang membuat kita harus bersabar menunggu padahal masih banyak kewajiban lain
yang harus dikerjakan. Apalagi aku juga mengurus rumah tanpa asisten rumah
tangga jadi aku membutuhkan perangkat yang mendukungku untuk tetap berkarya
dari rumah.
Laptop ASUS VivoBook 14 A416 ini merupakan laptop mainstream yang menggunakan prosesor Intel Core generasi ke-10 yang ditujukan untuk produktivitas sehari-hari. Laptop level entri Vivobook 14 A416 ini didukung prosesor Intel Core i3 sampai i5 dengan RAM hingga 8GB. Prosesor ini ibaratnya "otak" dalam tubuh laptop. Jadi semakin tinggi spesifikasi prosesornya maka semakin bagus performanya. Namun, kita harus perhatikan juga kebutuhan kita.
Apa perbedaan generasi 10 dengan
sebelumnya? Jelas generasi 10 dirancang untuk perangkat berperforma tinggi
seperti untuk pembuatan konten dan gaming karena memiliki peningkatan jumlah
core dan thread pada prosesornya. Seorang pembuat konten yang menggunakan
aplikasi membutuhkan core dan thread yang banyak sehingga kinerja menjadi lebih
cepat, paling banyak terdapat pada Intel Core i5 dengan 4 Core dan 8 thread
serta boost clock hingga 3,6 GHz.
Nah, bedanya apa sih i3 dan i5?
Tentu beda harga dan kinerjanya. Kalau Intel Core i3 bisa digunakan untuk
pekerjaan yang tidak terlalu berat seperti mengetik, mengedit gambar, audio
atau video yang sederhana. Sementara Intel Core i5 memiliki kinerja yang lebih
cepat dan digunakan untuk pekerjaan yang lebih berat seperti untuk software 3D
dan animasi. Pastinya harga laptop dengan prosesor Intel Core i5 lebih mahal
ketimbang Intel Core i3. Tak cuma Intel Core, kita juga bisa pilih spesifikasi
Intel Celeron dimana performa yang dibutuhkan prosesor jenis ini tidak untuk
pekerjaan yang berat seperti Microsoft Office dan Web Browsing dan tidak
disarankan untuk multitasking.
Selain itu,
laptop ini juga didukung oleh grafis diskrit NVIDIA GeForce MX330 yang
berfungsi untuk mengolah dan memberikan tampilan output ke layar dalam format
standar. Adanya diskrit NVIDIA GeForce ini akan menentukan kualitas tampilan
yang baik.
Nah, untuk prosesor, kita tinggal
pilih yang mana sesuai kebutuhan kita. Kalau aku sudah jelas Intel Core i3
karena memang perlu pekerjaan multitasking tapi juga nggak menggunakan software
3D dan animasi. Dan itu sudah sangat cukup untuk membantuku dalam menyelesaikan
konten yang aku buat untuk Podcast, Youtube, Blog maupun menulis.
3. Ruang Penyimpanan Yang Besar
Pernah kan mengalami laptop tiba-tiba lemot karena ruang
penyimpanan yang sedikit sementara data yang digunakan besar. Maka, kita nggak
perlu khawatir untuk menyimpan data yang besar karena Asus Vivobook 4 A416 ini
memiliki ruang penyimpanan yang besar sehingga kinerja data menjadi supercepat.
VivoBook14 A416 ini
telah menggunakan DDR4 yang merupakan standar laptop modern dengan kapasitas
yang dapat di upgrade hingga 12 GB. Laptop ini juga mengandalkan dua jenis
penyimpanan yaitu 2.5" SATA dan M.2 PCle.
Untuk respons dan waktu load yang lebih cepat, kita bisa
instal aplikasi di SSD hingga 256 GB. Sementara untuk menyimpan file besar,
seperti film, koleksi musik, dan album foto bisa menggunakan HDD hingga 1 TB.
4. SonicMaster untuk Suara Kencang dan Jernih
Sebagai podcaster, pasti penting banget audio ini. Kita jadi tahu suara hasil rekaman kita. Seberapa jernihnya. Seperti yang aku ceritakan sebelumnya bahwa kendalaku saat rekaman yang membuat muncul noise. Nah, dengan peralatan pendukung yang diinputkan ke laptop tentu akan mempengaruhi kualitas suara. Apalagi saat editing audio maka teknologi SonicMaster ini sangat membantu untuk mengetahui kualitas suara hasil rekaman.
Ketika aku rekaman menggunakan ponsel, biasanya saat editing
aku akan menambahkan efek Crystal sehingga suaraku lebih tajam. Namun, kalau
laptop dengan teknologi Sonic Master yang ditenagai dua amplifier ini maka
suara yang dihasilkan akan terdengar lebih tajam dan jelas (crystal clear
sound), presisi lebih tinggi, dan suara lebih kencang meskipun di ruang yang cukup besar.
Olah gambar : Lita L. |
Nah di laptop ASUS ini sudah ada recording mode yang
memastikan kualias rekaman terdengar sangat jelas dan seimbang. Pas banget sama
podcaster sepertiku yang kadang mengalami distorsi frekuensi yang tinggi dan
kompresi rekaman buruk sehingga suaranya terdengar jelek.
Oiya nggak cuma recording mode, di laptop ASUS ini juga ada
mode lainnya seperti music mode, gaming mode, movie mode, dan manual mode.
Semua mode memiliki hasil yang berbeda dan disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.
Mau bermain game, menonton film atau hanya mendengarkan musik. Pilih yang mana?
Semua ada! Keren kan.
5. Konektivitas Penting Bagi Gaya Hidup Masa Kini
Sekarang semua orang inginnya serba cepat, mengerjakan
sesuatu dalam jumlah banyak dengan waktu sedikit dan perangkat yang memadai
untuk kerja cepat. Nah, laptop ASUS sangat mendukung bagi pengguna dengan
mobilitas tinggi. Konektivitas nirkabelnya dibekali WiFi 5.0 untuk terhubung
dengan internet sehingga kita bisa berselancar dengan mudah. Bluetooth 4.1
memudahkan pemindahan berkas dari perangkat lain.
Selain itu, ASUS Vivobook 14 A416 juga dilengkapi dengan
port USB 3.2 Type-C dan USB 3.2 Type-A yang memudahkan konektivitas
sehari-hari. USB 3.2 ini memiliki transfer data sepuluh kali lebih cepst daripada
USB 2.0.
Biasanya kita kalau mau mencolokkan USB harus dilihat dulu posisinya apakah terbalik atau tidak. Nah, beda nih sama USB Type C karena kita bisa menggunakan USB secara bolak-balik tanpa harus bingung posisi mana yang benar. Semua posisi sama saja. Desainnya juga lebih ramping. Dan USB Type C ini sudah mulai banyak digunakan di beberapa perangkat. Keren banget kan!
Kalau USB Type A ini bisa digunakan untuk flashdisk, USB
Hub, USB Flashdrive, dan lainnya sehingga tidak bisa dibolak-balik seperti USB
Type C. Namun, USB Type A ini jugs menjanjikan kemampuan transfer data yang
cepat.
Belum lagi port MicroSD Card reader yang memudahkan kita
mentrasfer data dengan cepat dari Micro SD yang kita punya.
Tak hanya itu, port HDMI ini adalah konektor yang menghubungkan
berbagai macam elektronik seperti TV, monitor, proyektor, komputer, DVD Player,
dan lain-lain. Laptop ini memiliki 1x audio Combo Jack. Nah, ini sebenarnya
jadi ringkas karena untuk headphone dan microphone menjadi satu. Simpel!
6. Konstruksi yang tangguh
Sering banget kan saat lagi perjalanan, laptop kita juga
ikut berguncang. Dan itu berbahaya banget bagi sama harddisk laptop kita.
Sedangkan laptop ASUS Vivobook 14 A416 ini sudah dilengkapi E-A-R HDD
Protection yang dapat menyerap getaran saat perangkat terguncang dan dapat
memberi perlindungan pada harddisk yang ada di dalamnya sehingga masa hidup
laptop akan tahan lama.
Selain itu, di beberapa bagian seperti chasis utama dan rangka layar dari logam untuk memperkuat keseluruhan bodi namun tetap ringan dan ringkas. Misalnya di bagian bawah keyboard terdapat chasis yang akan membuat stabil saat mengetik dan touchpad. Selain itu, kekakuan logam besinya akan melindungi bagian internal laptop dan engsel laptop. Benar-benar perlindungan yang maksimal!
7. Keyboard yang ergonomis
Kalau kita sering berlama-lama di depan laptop pasti laptop akan terasa panas karena aliran udara yang kurang maksimal. Beda lagi dengan laptop ASUS ini. Desainnya yang ergolift pada engsel dengan kemiringan sedikit 4° bertujuan untuk membuka ruang ventilasi tambahan untuk lebih banyak sliran udara di bawah sasis untuk menjaga suhu internal lebih rendah dari laptop standar.
Kalian pernah tidak merasa sering lelah saat mengetik atau
mungkin sering salah-salah mengetik karena kurang familiar sama keyboardnya?
Nah, dengan desain yang ErgoLift ini memberi posisi mengetik yang sempurna dan
membuat pengguna lebih familiar dengan keyboardnya.
Selain kelebihan itu, Vivobook 14 A416 ini juga memiliki
kelebihan lain yaitu keyboard full size dengan backlit dapat memudahkan kita
mengetik pada tempat yang minim cahaya.
Pernah mengetik dengan keyboard yang besar-besar? Dan ternyata itu mengeluarkan energi yang cukup besar apalagi dibuat mengetik banyak dokumen seperti pembuatan script atau novel. Sedangkan laptop ASUS Vivoboom 14 A416 ini memiliki ukuran key travel yang cukup kecil sebesar 1,4 mm. Dan ini memengaruhi kecepatan dalam mengetik dan pastinya menghemat tenaga bagi yang ingin mengetik banyak teks.
8. Fitur Numberpad yang canggih
Ini adalah kelebihan lain dari laptop ASUS Vivobook 14 A416
karena memiliki numberpad yang memudahkan pengguna saat akan menggunakan nomor.
Hanya dengan mengetuk panel snetuh maka panel angka akan muncul diterangi LED.
9. Keamanan Tinggi dengan Teknologi Fingerprint
Selama ini kalau kita mau masuk ke desktop yang ditanyakan
adalah password. Kadang banyak juga yang tidak memakai password. Penggunaan
password itu rentan lupa. Sementara kalau tidak password itu jadi tidak aman.
(Gambar: Asus; Desain: Lita L) |
ASUS menerapkan kemanan biometrik melalui fingerprint sensor atau sensor sidik jari untuk mengatasi masalah tersebut di laptop ASUS kelas premium. Tidak ada lagi lupa password atau pemakaian tanpa ijin. Kita hanya menyentuhkan sidik jari kita pada panel fingerprint sensor maka kita akan dibawa masuk ke dalam Windows 10 Home melalui Windows Hello tanpa perlu mengetik password.
10. Mau Upgrade Diri dengan Mengikuti Webinar? Bisa!
Karena laptop ASUS Vivobook 14 A416 ini dilengkapi dengan
kamera VGA Web Camera sehingga bisa digunakan untuk pembelajaran jarak jauh
atau webinsr-webinar untuk pengembangan diri.
11. Tak Perlu Bingung dengan Software Office
Aku pernah saat dulu sekali membeli laptop atau ketika suami
membeli laptop, Microsoft Office tidak menjadi paket dalam pembelian tersebut
sehingga kita harus mencari install-nya dari orang lain. Tentunya ada biaya
tambahan. Apalagi kalau misalnya Office nya tidak genuine (asli). Ah, sering
sekali terjadi crash atau malah disuruh updatr dan berakibat Office tidak bisa
dipakai. Nggak mau kejadian seperti itu? Makanya ketika membeli laptop ASUS
Vivobook 14 A416 ini sudah dilengkapi dengan Microsoft Office Pre-Installed.
Dan tidak ada biaya tambahan lagi.
Bahkan, Microsoft Office Home & Student 2019 dapat terus
diupdate sehingga terbebas dari berbagai ancaman keamanan dan malware. Pokoknya
aman deh! Produktivitas tetap jalan terus!
12. Lebih Mudah dengan MyAsus
Ternyata di laptop ASUS VivoBook 14 A 416 ini sudah ada
aplikasi bawaan yang merupakan pusat kontrol untuk laptop. Dengan MyAsus, kita
bisa memantau status laptopnya, troubleshooting, memindai sistem, menemukan
masalah, memperbaiki otomatis, memperlihatkan status garansi perangkat, dan
fasilitas untuk menghubungi layanan konsumen ASUS.
Pada suatu waktu aku
perlu memindahkan file dari ponsel ke laptop karena memori ponsel sudah terlalu
banyak. Satu-satunya cara adalah dengan mengaktifkan Bluetooth karena kabel
data kadang-kadang saja terhubung, itupun device suka out sendiri.
Nah, di laptop ini
kita bisa menguhubungkan dengan Link to My Asus dimana kita bisa
memindahkan file secara instan dengan aplikasi yang terhubung dari ponsel ke
laptop. Jadi, layar ponsel adalah layar kedua. Gampang banget kalau begitu.
Tinggal salin tempel saja file yang mau dipindah sudah terproses.
Bahkan kita bisa menerima telepon di laptop, loh!
Spesifikasi
Main Spec. |
VivoBook 14 (A416) |
CPU |
Intel® Core™ i5-1035G1 Processor 1.0 GHz (6M Cache, up to
3.6 GHz) Intel® Core™ i3-1005G1 Processor 1.2 GHz (4M Cache, up to
3.4 GHz) Intel® Celeron N4020 Processor 1.1GHz (4M Cache, up to
2.8GHz) |
Operating System |
Windows 10 |
Memory |
4GB DDR4 RAM |
Storage |
1TB 5400 rpm SATA HDD 256GB PCIe® Gen3 x2 SSD 512GB PCIe® Gen3 x2 SSD 1TB HDD + 256GB SSD |
Display |
14.0" (16:9) LED backlit FHD (1920x1080) IPS Anti-Glare 14.0" (16:9) LED backlit FHD (1920x1080) Anti-Glare 14.0" (16:9) LED backlit HD (1366x768) Anti-Glare |
Graphics |
NVIDIA
GeForce MX350 (optional) Intel
UHD Graphics |
Input/Output |
1x
HDMI 1.4, 1x 3.5mm Combo Audio Jack, 1x USB 3.2 Gen 1 Type-A, 1x USB 3.2 Gen
1 Type-C, 2x USB 2.0 Type-A, Micro SD card reader |
Camera |
VGA Web Camera |
Connectivity |
Wi-Fi 5 (802.11ac), Bluetooth 4.1 |
Audio |
SonicMaster, Audio by ICEpower®, Built-in speaker, Built-in microphone |
Battery |
37WHrs, 2S1P, 2-cell Li-ion |
Dimension |
32.54 x 21.60 x 1.99 ~ 1.99 cm |
Weight |
1,6 Kg |
Colors |
Transparent Silver, Slate Grey |
Price |
Rp4.799.000 (Celeron N4020 / Intel UHD Graphics / 4GB / 1TB HDD) Rp4.899.000 (Celeron N4020 / Intel UHD Graphics / 256GB PCIe SSD) Rp6.699.000 (Core i3 / Intel UHD Graphics / 4GB / 1TB HDD) Rp7.099.000 (Core i3 / Intel UHD Graphics / 4GB / 512GB PCIe SSD) Rp7.499.000 (Core i3 / GeForce MX330 / 4GB / 256GB PCIe SSD) Rp10.099.000 (Core i5 / GeForce MX330 / 4GB / 512GB PCIe SSD) Rp10.799.000 (Core i5 / GeForce MX330 / 4GB / 1TB HDD + 256GB PCIe SSD) |
Warranty |
2 tahun garansi global |
Menjadi Produktif Bersama VivoBook 14 A416
Membaca penjelasan di atas, benarlah komitmen ASUS dalam
menghadirkan perangkat yang berkualitas tinggi yang didukung dengan teknologi
dan fitur terkini namun tetap bisa dipakai semua kalangan. ASUS VivoBook 14 A
416 bisa menjadi pilihan yang tepat untuk dipakai oleh podcaster yang ingin
berkarya di dunia siniar namun dengan kinerja laptop yang bertenaga. Nggak ada
lagi masalah penyimpanan terbatas, eror, loading, noise yang mengganggu yang
mempengaruhi produktivitas dalam berkarya. Dengan penggunaan ASUS VivoBook 14
A416 tentunya akan memberi semangat terus menerus bagi para podcaster dalam
menyebarkan konten yang bermanfaat dan berkualitas.
Kalau sudah begini,
aku berharap bisa menjadi podcaster produktif mulai dari membuat script,
rekaman, editing audio sampai editing gambar untuk sampul episode dengan ASUS
VivoBook 14 A416 meskipun aku hanya ibu rumah tangga yang pekerjaan sambilannya sebagai content creator. Maka tak heran jika laptop ini diberi gelar "Easy
portability" dan "Effortless Productivity" karena memang segala
kemudahan dalam fiturnya membuat produktivitas yang meningkat tanpa harus usaha
yang besar.
Semangat bersuara di dunia siniar!
Sumber referensi:
https://www.google.com/amp/s/www.indoworx.com/perbedaan-prosesor-core-i3-i5-dan-i7/amp/
https://pemmzchannel.com/2020/05/16/intel-core-generasi-ke-10-vs-intel-core-generasi-ke-9-siapa-lebih-unggul/amp/
https://techijau.com/asus-vivobook-14-a416-laptop-murah/
https://getective.com/perbedaan-processor-celeron-pentium-dan-core-i3-i5-i7/
https://www.arenalaptop.com/4787/memaksimalkan-performa-nvidia-geforce-pada-laptop/
https://www.asus.com/id/Laptops/ASUS-Laptop-14-X415JP/
https://www.google.com/amp/s/blog.dimensidata.com/perbedaan-usb-tipe-a-tipe-b-dan-tipe-c-serta-kelebihannya/amp/
https://www.google.com/amp/s/m.jitunews.com/amp/read/62454/mengenal-apa-itu-port-hdmi
https://www.baktikominfo.id/id/informasi/pengetahuan/travel_distance_pada_keyboard_apa_maksudnya-835
https://glints.com/id/lowongan/alat-untuk-membuat-podcast/#.YAO09uwxW2c