"Temuan Arca Ganesha Ungkap Banyaknya Candi yang Hilang di Dieng."
Sebuah judul headline berita news.detik.com cukup menarik
perhatian saya untuk segera membacanya beberapa waktu lalu. Bagaimana tidak, di
tanah nusantara yang pernah berdiri megah beribu-ribu candi Hinduisme dan
Budhaisme sekarang hanya tersisa sedikit yang layak dinikmati masyarakat luas.
Temuan arca Ganesha dengan kepala terputus yang tak sengaja ditemukan oleh
warga Dieng saat menggali tanah untuk pembangunan septic tank di Dieng akhir Desember 2019 tersebut bisa
menjadi indikasi candi-candi lain yang terkubur dalam lapisan tanah dan
tersebar di seluruh nusantara.
"Dugaan masih banyaknya situs yang belum ditemukan di
Dieng mengacu pada catatan Sir Thomas Stamford Raffles dalam karyanya berjudul
'The History of Java'. Catatan itu menyebut lebih dari 400 situs atau candi di
Dieng (news.detik.com)"
Sementara di Dieng terdapat kelompok candi dengan nama pewayangan dan menjadi pusat ritual dan pendidikan keagamaan. Ketika ditemukan di jaman kolonial, di kawasan terdapat 400-an situs atau candi. Uniknya, saat ditemukan oleh Thedorf Van Elf dulu, candi-candi tersebut berada dalam air danau yang mencuat ke permukaan. Tahun 1856, Van Kinsbergen melakukan pengeringan telaga tempat candi-candi itu berada. Tahun 1864, proses pembersihan, pencatatan dan pengambilan gambar dilakukan oleh tim Van Kinsbergen pada jaman Hindia Belanda.
Percandian Dieng ini telah ditetapkan lebih dulu sebagai
cagar budaya yang termasuk kategori kawasan dan bangunan dalam Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 173/M/1998. Dan percandian Dieng telah
masuk dalam daftar resmi kekayaan budaya bangsa dengan nomor registrasi
nasional (Regnas) RNCB.20170227.05.001408.
Dengan luas 486,55 hektar berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 007/M/2015, kawasan cagar budaya percandian Dieng yang berada di kaki
pegunungan Dieng dan berada di dua kabupaten, Wonosobo dan Banjarnegara,
memiliki kekayaan peninggalan cagar budaya. Kelompok percandian atau situs
purbakala yang berada di kabupaten Wonosobo adalah Pertirtaan Bima Lukar, Watu
Kelir dan Situs Sitinggil. Kelompok bangunan yang berada di kabupaten
Banjarnegara adalah kelompok percandian Arjuna, Dwarawati, Parikesit, Bima dan
Gangsiran Aswatama.
Alasan Ditetapkannya Percandian Dieng Sebagai Kawasan Cagar Budaya?
Menjadi tanah suaka yang telah ditetapkan pemerintah bukan alasan yang sederhana. Banyak kriteria hingga akhirnya ditetapkannya Dieng menjadi suatu kawasan atau bangunan cagar budaya. Kriteria tersebut berdasarkan Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Kabut di Dieng (Instagram @novemlawalata) |
Pertama, periode/usia. Jika benda, bangunan, atau struktur ditetapkan sebagai cagar budaya (warisan budaya), maka usianya harus lebih dari lima puluh tahun. Sementara peradaban di Dieng sudah berkembang sejak abad VIII- XII Masehi pada masa Mataram Kuno.
Kedua, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Jelas sekali, percandian Dieng memiliki sejarah yang luar biasa. Kompleks percandian Dieng ini diduga menjadi candi tertua di Jawa dan dibangun dari perintah raja-raja Wangsa Sanjaya. Sebuah prasasti di Dieng tahun 808 M juga merupakan prasasti tertua di Jawa dan bertuliskan huruf Jawa Kuno yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kita juga masih bisa melihat warisan budaya candi yang dibagi menjadi beberapa kelompok, seperti kelompok Arjuna, Gatutkaca, Dwarawati, dan Bima.
Kelompok candi Arjuna (budparbanjarnegara.com) |
Kelompok Candi Arjuna terdiri dari candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Semar, Candi Sembadra dan Candi Puntadewa. Kelompok candi ini paling utuh dibandingkan kelompok candi lainnya di kawasan Dieng meskipun di beberapa bagian sudah banyak yang rusak, seperti bagian atap candi hingga tidak terlihat bentuk aslinya, hiasan bentuk seperti mahkota bulat berujung runcing, pahatan yang menggambarkan Syiwa dan Brahma. Konon Candi Semar digunakan sebagai gudang untuk menyimpan senjata dan perlengkapan pemujaan.
Sebenarnya kelompok Gatutkaca terdiri dari lima candi, yaitu Candi Gatutkaca, Candi Setyaki, Candi Nakula, Candi Sadewa, Candi Petruk dan Candi Gareng. Namun, hanya candi Gatutkaca yang masih dapat dilihat bangunannya, sedangkan keempat candi lainnya hanya tersisa reruntuhannya saja.
Kelompok Dwarawati terdiri atas 4 candi, yaitu Candi
Dwarawati, Candi Abiyasa, Candi Pandu, dan Candi Margasari. Akan tetapi, saat
ini yang berada dalam kondisi relatif utuh hanya satu candi, yaitu Candi
Dwarawati. Puncak atap sudah tak tersisa lagi sehingga tidak diketahui bentuk
aslinya.
Candi Dwarawati yang terpisah dari candi lain (indonesiakaya.com) |
Tidak seperti kelompok candi lainnya, candi Bima hanya berdiri
sendiri. Sama seperti kelompok candi lainnya, bagian atap candi ini sudah rusak
dan tidak diketahui bentuk aslinya
Gangsiran Aswatama (historia.id) |
Situs Watu Kelir (kebudayaan.kemdikbud.go.id) |
Makam Citra dan Makam Budha menjadi situs yang dilindungi karena menggunakan batuan candi untuk penanda kuburan atau nisan.
Situs Pangonan (nekadguiding.wordpres.com) |
Situs Pangonan yang berada di wilayah perbukitan ini terdapat batuan yang menyebar di lahan perkebunan masyarakat.
Situs Ondho Bodho berada terpisah jauh dari kompleks candi Arjuna dan menjadi sumber pemanfaatan batu-batuan sebagai penyusun candi
Selain karena sejarahnya, peninggalan budaya Hindu yang berupa candi di jaman dulu menjadi suatu wadah untuk melaksanakan ritual keagamaan. Apalagi kawasan percandian tersebut dibangun di daerah pegunungan berhawa dingin dengan ketinggian 2.060 mdpl. Hal itu menunjukkan semangat luar biasa para pembangun untuk mewujudkan kebutuhan ritual keagamaan. Tak hanya itu, kehadiran benda cagar budaya sebagai sarana pembelajaran/pendidikan bagi masyarakat dan pelajar saat ini untuk memupuk rasa nasionalisme.
Apa tujuan ditetapkannya Kawasan Cagar Budaya Dieng?
Sebagai benda purbakala, ditetapkannya Kawasan Cagar Budaya
Dieng sebagai upaya pelestarian memiliki tujuan untuk :
- melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat
manusia;
- meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar
Budaya;
- memperkuat kepribadian bangsa;
- meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan
- mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat
internasional.
Sedangkan pelestarian yang dimaksud meliputi perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya.
Apa yang telah dilakukan pemerintah?
Pemerintah Kabupaten Banjarnegara bekerja sama dengan Balai
Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah dalam pelestarian dan pengelolaan
kawasan cagar budaya Dieng selama empat tahun hingga tahun 2018.
Kerjasama tersebut tertuang dalam nota kesepakatan tentang
pembagian peran, tata cara pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Dataran Tinggi
Dieng sebagai objek wisata, dan pembagian pendapatan dari retribusi masuk
tempat wisata Dieng. Pembagian kerja juga sesuai bidang masing-masing. Dengan
begitu, kedua belah pihak akan terlibat dalam pelestarian kawasan cagar budaya
Dieng.
Balai Pelestarian Cagar Budaya bertugas melindungi zona inti
dan penyangga, dan melakukan pendampingan serta memberikan rekomendasi pada
kegiatan yang ada di kawasan cagar budaya. Zona inti ini adalah zona yang
pusatnya pada kelompok candi Arjuna, Gatotkaca, Dwarawati, Setyaki, Bima dan
Dharmasala. Sedangkan zona penyangga yang berada di sekitar zona inti. Di zona
inti tersebut tidak diperbolehkan didirikan bangunan termasuk zona penyangga
bagi candi Bima dan Dharmasala yang berdiri sendiri.
Selain larangan pendirian bangunan, untuk masyarakat yang
akan menyelenggarakan event harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar
tidak mengganggu keberlangsungan kawasan cagar budaya. Sedangkan zona penunjang
merupakan daerah sekitar zona inti yang terdapat fasilitas obyek wisata. Upaya
perlindungan terhadap benda cagar budaya di Dieng oleh pemerintah dilakukan
dengan cara penyelamatan dan pengamanan, zonasi, serta pemeliharaan dan
pemugaran.
Manfaat yang dirasakan akan kerjasama dua pihak tersebut
adalah benda-benda purbakala Dieng lebih terawat, dapat meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah dan kesejahteraan masyarakat. Kawasan cagar budaya Dieng yang juga
menjadi obyek wisata menjadi lebih tertata dan rapi.
Apa Upaya Masyarakat dalam Perlindungan Kawasan Cagar Budaya Dieng?
Cagar Budaya Indonesia |
REFERENSI
Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 007/M/2015.
Lestyono, Faa’iz Oktavian. 2014. Kerja Sama Pemerintah Kabupaten Banjarnegara Dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah Dalam Pengelolaan Dan Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Dataran Tinggi Dieng Tahun 2014-2018. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpgs/article/download/24107/21865
https://jateng.suara.com/read/2019/12/30/165023/temuan-arca-ganesha-ungkap-hilangnya-banyaknya-candi-yang-hilang-di-dieng?page=all
https://www.tourdejava.net/2016/01/candi-dataran-tinggi-dieng-wonosobo.html#:~:text=Candi%20Dieng%2C%20Warisan%20Maha%20Karya,sebagai%20Kompleks%20Candi%20Hindu%20Jawa.
https://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_tengah-candi_dieng
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/zonasi-kawasan-percandian-dieng-sebuah-upaya-pelindungan-cagar-budaya/
https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/public/objek/detailcb/PO2016051300004/percandian-dieng
0 comments
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar.