Beberapa bulan lalu, sebelum ramai virus covid-19, suami ngajak makan ikan di daerah yang (katanya) tak begitu jauh dari rumah. Nyatanya, dari Waru (Sidoarjo) sampai sentral penjualan ikan sekitar 20-30 menit dengan kendaraan roda empat. Sebenarnya suami juga belum pernah ke sana jadi suami hanya menerka-nerka saja dimana tempat jual ikan yang murah. Itu pun hanya berbekal petunjuk dari seorang teman.
Lokasi Gubuk Latarombo
Katanya, tempatnya jalan terus sampai pertigaan belok kiri, jalan terus sampai ketemu pasar. Nah, kami belum belok kiri sudah ketemu seperti pasar. Setelah pasar, sepanjang jalan yang tidak lebar itu, hamparan tambak terbentang luas di sebelah kanan kiri jalan. Anginnya begitu kencang. Bau amisnya juga menyengat begitu menusuk.
Di sebelah kanan kiri jalan banyak warung-warung kayu kecil di pinggir jalan dengan spanduk bertuliskan jual jenis hasil tambak, seperti ikan mujaer, gurame, kakap, kepiting, lobster, udang.
Ikan-ikan dan hasil tambak lainnya dijejer di depan warung itu. Kami terus saja jalan sampai bertemu pertigaan dan belok ke kiri. Namun, setelah itu kita tidak bertemu pasar. Hanya rumah-rumah penduduk. Tidak terlihat ada orang menjual ikan seperti yang baru saja kami lewati.
Suasana di Gubuk Latarombo
Jadi terpaksa kami kembali dan memilih makan di warung makan Latarombo. Suasananya sepi. Maklum di samping dan seberangnya adalah tambak. Tempat parkirannya juga masih tanah. Kami menduga tidak ada yang datang ke rumah makan itu.
Meskipun terkesan sepi, desain pintu masuknya yang melewati sungai kecil cukup sederhana dan tidak kaku. Begitu masuk, aku melihat gazebo-gazebo di pinggir tambak yang terlihat romantis. Selain itu juga ada satu spot khusus foto-foto dengan latar tambak dan latarombo.
Kami pun memilih gazebo bambu itu yang dekat dengan musholla. Sayang gazebonya ada beberapa bambu yang rusak. Aman sih tapi aku tetap meminta anak-anak untuk berhati-hati. apalagi mereka suka manjat-manjat.
Menu di rumah makan ini juga kebanyakan hasil laut seperti gurame, kakap merah, lobster, udang, dan lain-lain. Bumbunya juga bisa pilih bakar, asam manis atau lada hitam. Harganya untuk lobster, 2 gurame, sekitar 250.000 rupiah.
Sambil menunggu ikan dibakar, kami menikmati pemandangan tambak dengan burung-burung putih yang sibuk mencari ikan di tambak. Beberapa orang memancing ikan di pinggir tambak. Sebagian sumringah karena berhasil mendapatkan ikan, sebagian lagi masih menunggu dalam diam. Anak-anak bermain ayunan, aku mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat.
Menikmati Sajian Bakaran Gubuk Latarombo
Setengah jam makanan kami pun siap. Hal yang sangat diperhatikan oleh suamiku adalah tidak ada asap bakar. Aneh katanya. Tapi kubilang, ya bisa aja lah pakai happy call yang nggak pakai asap. Haha. ada-ada saja suamiku. Kami pun makan dengan lahap. Memang pas lagi lapar-laparnya.
Rasanya kubilang enak aja sih. Tapi beda selera ya. Selama kami makan, beberapa pengunjung mulai datang. Mungkin tempat tersebut ramainya sore dan malam karena memang tempatnya romantis banget.
0 comments
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar.