Ceritaku Ketika Virus Corona Melanda Indonesia

No Comments

Pada bulan Desember 2019, virus corona atau coronavirus deasease (Covid-19) muncul pertama kali di Wuhan, Cina Pemberitaan itu emmbuat heboh seluruh dunia. Bagaimana tidak, virus itu menyebar begitu cepat dan membuat banyak orang mati karenanya. Yang paling membuat bergidik, saat penayangan video beberapa orang di Wuhan yang berdiri di pinggir jalan, tiba-tiba jatuh dan meninggal. Dan itu terjadi pada banyak orang di Wuhan. 

Berita selanjutnya dari Italia, dimana banyak orang yang meninggal karena virus corona. Maklum di Italia banysk sekali penduduk berusia senja yang rentan dengan virus itu. Negara Italia di lockdown. Nggak ada yang bisa masuk dan keluar dari negara itu. Juga Taiwan, Singapura, dan negara lain.

Apa yang terjadi setelah itu?

1. Pemberitaan tak pernah berhenti

Setelah itu, pemberitaan tentang corona tak pernah berhenti. Informasi tentang jumlah kematian orang yang terkena corona terus meningkat. Semua jadi waspada, mungkin lebih tepatnya takut. Semua tahu ciri-ciri terkena corona adalah demam 38°C, batuk, sesak nafas, namun ternyata gejalanya tidak hanya itu saja. Diare, infeksi pencernaan juga katanyaa bisa disebabkan oelh corona. Huft.

2. Status pengidap corona

Kukira pengidap corona hanya satu disebut pengidap corona saja. Nyatanya tidak. Ada banyak status seperti PDP, ODP, dan OTG. Dan yang menyusahkan adalah pengidap OTG yang dinyatakan positif setekah ikut tes tapi dia tidak merasakan gejala apapun. 

3. Lockdown, WFH, WFO, SFH.

Aktifitas negara lumpuh. Bandara, pelabuhan, akses keluar negeri dan masuk ditutup. Semua disarankan stay at home saja sampai-sampai hashtag itu menjadi trending di media sosial. Kita tidak boleh keluar rumah, bekerja dan sekolah di rumah. Lingkungan rumah di lockdown, alias tidak ada yang boleh keluar rumah selama 40 hari. Yang terpaksa bekerja di luar rumah harus punya keterangan surat dari tempat bekerja dan surat domisili. Karena ketika di lockdown, lingkungan hanya dibuka satu pintu itupun jam 9 malam sampai jam 4 pagi ditutup. 

PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dilaksanakan di beberapa kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Sidoarjo, dan Malang. Meskipun tetap saja masih ada orang yang berkeliaran di jalan. Di Sidoarjo, di dekat rumahku, jalanan cukup sepi dari aktivitas orang.

Sampai bulan September 2020, sekolah-sekolah masih dilaksanakan di rumah. Pembelajaran dilakukan secara daring. Beberapa perkantoran sempat dilakukan Work From Home (WFH) meski pada akhirnya pekerjaan tetap dilakukan di kantor (WFO).

4. Cafe, Mall, ditutup

Pemerintah mengeluarkan edaran agar aktifitas bukan primer ditutup, seperti Mall dan Cafe. Kebayang berapa kerugian yang didapat oleh owner dan vendor. Tidak ada lagi orang yang 

5. Banyak orang kehilangan pekerjaan

Akibat aktivitas di luar rumah berkurang, banyak pengusaha mengalami kerugian. Dan pastinya banyak karyawan yang akhirnya kehilangan pekerjaan.

6. Kewajiban Memakai Masker dan Cuci Tangan

Pada akhirnya, masker menjadi barang yang dicari-cari karena himbauan pemerintah untuk memakai masker saat keluar rumah. Karena virus corona akan cepat berpindah melalui kontak secara langsung.

Begitu juga dengan hand sanitizer yang sempat langka karena banyak orang yang memborongnya karena dianggap Corona akan mati jika terkena alkohol yang ada di dalam kandungan hand sanitizer. Sebagai gantinya, sabun menjadi alternatif bila tidak memiliki hand sanitizer. 

Jadi penggunaan masker dan cuci tangan saat sampai rumah seperti menjadi gaya hidup saat ini. Alias menjadi kebiasaan. Bahkan orang yang baru sampai di rumah setelah melakukan keperluan di luar rumah disarankan untuk cuci tangan, mandi dan mengganti pakaian.



Bayangkan,  bagaimana omset usaha masker, sabun dan hand sanitizer di masa pandemi? seolah berkah, pendapatan mereka menjadi meningkat. 

7. Sering di rumah, suntuk melanda

Kupikir akan banyak orang stres selama pandemi ini. Aku membayangkan orang-orang yang kehilangan pekerjaan tapi harus tetap menghidupi keluarganya, apalagi sekolah daring yang membutuhkan kuota internet yang tidak sedikit. Aku saja yang memang selalu di rumah, di masa pandemi ini, aku tidak kemana-mana. Sampai akhirnya pemerintah menetapkan kebijakan New Normal, aku masih merasa tidak bisa dengan leluasa pergi kemana-mana. Meskipun aku tetap berkunjung ke rumah eyangnya anak-anak sebelum itu dan pergi ke pantai satu kali. Itu juga tiap ngelihat orang bawaannya serem aja.


Sebenarnya banyak sekali yang ingin aku ceritakan selama masa pandemi ini. 


0 comments

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar.

Follower