Mengurus BPJS memang nggak susah tapi kadang ribet. Kupikir dengan diluncurkan mpbile JKN segalanya hanya perlu klik-klik semua beres. Nyatanya tidak semua urusan bisa dilakukan di aplikasi itu.
Contohnya untuk menambah anggota tidak bisa dilakukan di aplikasi tersebut. Ceritanya, setelah lahir anak kedua, sekitar dua tahun kemudian saya baru mau mengurus BPJS. Saya lebih sering di Sidoarjo daripada di Malang. Dan untuk mengurus BPJS di Sidoarjo jaraknya cukup jauh dari rumah belum lagi saya harus bawa dua anak saya karena tidak mungkin ditinggal di rumah dalam jangka waktu lama.
Jadi saya memilih mengurus di Malang, selain jaraknya yang dekat dengan rumah mbahnya, saya bisa titipkan anak saya.
Akhirnya sebelum corona datang, saya sempatin datang ke kantor BPJS. Oiya, status anak saya ini sudah dilaporkan di kantor suami. Jadi selain dapat tunjangan anak, gaji suami sudah pemotongan biaya BPJS semua anggota. Jadi saya rugi kalau tidak mengurus kartu. Benar kan begitu?
Saya kira kalau cuma nambah anggota, saya hanya bawa akte lahir anak dan KK. Ternyata saya harus bawa slip gaji suami lagi padahal saya tidak bawa. Akhirnya saya pulang ke rumah, dan besok-besoknya saat suami ke kantor, suami minta slip gaji ke kantor.
Eh, setiap ke Malang cuma weekend jadi nggak bisa ke kantor BPJS. Sampai beberapa bulan setelah Corona datang, sekitar bulan April, saya dapat kiriman surat dari kantor BPJS. Isinya adalah kartu BPJS anak kedua saya yang belum saya daftarin waktu itu.
Kaget. Saya sendiri datang kesana ditolak karena berkas nggak lengkap. Sekarang kartunya malah sudah jadi.
Akhirnya saya coba cek di mobile JKN. Setelah masukkan data, saya pun login.
Wow. Tambah kaget lah saya karena ternyata faskesnya tingkat 3 bukan tingkat 1 seperti punya saya, suami dan anak pertama saya. Itu pun datanya tidak bisa gabung jadi satu dengan punya kami bertiga. Jadi anak saya yang kedua terpisah dari tiga anggota lainnya. Fyi, untuk pengabdi negara dari kementerian memang dapatnya faskes 1.
Nah, kebetulan saya ke Malang pas jam kerja. Di masa pandemi begini memang agak khawatir kalau mau ke sana kemari. Di kantor BPJS sendiri sudah menerapkan protokol kesehatan seperti tempat cuci tangan di depan kantor, cek suhu tubuh, dan tempat duduk yang berjarak. Selain itu, kantor BPJS juga tidak seramai biasanya. Jadi tidak begitu khawatir aih meski ada rasa deg-degan.
Setelah saya bertanya dengan petugas yang ada di depan, saya pun baru tahu alasan anak saya dapat kartu BPJS meski belum daftar.
Saya semakin kaget.
Ternyata, pemerintah kota Malang baru memiliki kebijakan bahwa semua NIK kota Malang yang belum terdaftar BPJS memperoleh bantuan biaya premi BPJS setiap bulan.
Karena anak saya sudah terdaftar dari kantor suami dan kemungkinan juga sudah dipotong untuk biaya BPJS maka saya minta diubah saja datanya. Petugas menyuruh saya mengambil nomor antrian setelah memberi blanko.
Eh, dasar sayanya sih nggak baca detail. Jadi saya langsung ambil nomor antrian dan menunggu.
Ketika dipanggil, ternyata blangko yang dikasih tadi harus dilengkapi dan diberi materai 6.000. Waduh, dimana beli materai? Biasanya saya selalu sedia materai di dompet. Tapi waktu itu habis karena sudah dipakai. Alhasil saya beli di toko sebelah kantor BPJS.
Setelah itu saya antri lagi. Untung saja tidak ramai. Begitu dipanggil, saya langsung maju dan memberi semua persyaratan yang diminta.
Setelah semua berkas lengkap, petugas pun mengisi data di komputer. Dalam waktu kurang dari lima menit semua data sudah dimasukkan. Dan karena bulan Juli sudah mau habis, jadi BPJS anak kedua saya baru dimulai bulan Agustus 2020.
Kenapa kok saya tetap mengubah data faskes anak saya? Padahal kan enak dapat bantuan dari pemerintah kota. Pertama, saya tidak mau ambil resiko karena kebijakan pemerintah daerah itu bisa saja berubah lebih cepat. Dan berdampak pada keharusan saya membayar premi meski didiskon.
Kedua, karena memang gaji suami saya juga sudah dipotong untuk BPJS anak saya.
Ketiga, karena bantuan dari pemerintah kota Malang, jadi saya tidak bisa pindah faskes di kota lain meski sama-sama faskes 3. Dan ini tidak mungkin saya harus berobat ke Malang saat anak saya butuh pertolongan medis di Sidoarjo. 2 jam perjalanan lumayan juga.
Setelah petugas menginput data, saya pun memperoleh kartu BPJS anak kedua saya dengan data yang sudah diubah. Anak saya pun bukan lagi menjadi penerima bantuan dari pemerintah kota Malang.
Salam sehat.
Pengalaman mengurus BPJS Kesehatan memang selalu jadi perbincangan yang seru ya. Apalagi kalau menyangkut anggota keluarga. Setuju dengan sikap yang segera diambil olah Mba Lita untuk menyatukan keanggotaan anak dengan anggota keluarga lain, untuk mengantisipasi jarak tempuh dan perubahan yang sering dadakan (termasuk kenaikan iuran peserta pribadiðŸ˜). Thanks untuk sharingnya mbaa. Salam dariku di Bali🤩
BalasHapusIya mba..alhamdulillah sempat mikir jangan2 aku salah jalan lg hehe..
Hapus