Laut terlalu bermurah
hati karena mungkin ia begitu iba pada kita yang sangat tergantung padanya. Begitu
banyak kebaikan yang sudah Laut berikan kepada kita. Namun, lihatlah, apa yang
kita lakukan padanya? Kerakusan dan keegoisan diri manusia membuat laut
kehilangan keindahannya bahkan ‘sakit’ alias rusak.
Banyak contoh kerusakan
yang terjadi pada laut dan berdampak pada manusia. Pembuangan sampah yang
membuat banyaknya ikan mati sehingga nelayan kesulitan mencari ikan.
Eksploitasi besar-besaran yang pada akhirnya manusia tidak bisa lagi menikmati
hasil laut. Penggunaan teknologi yang merusak terumbu karang secara tidak
langsung juga merusak ekosistem ikan di perairan laut. Betapa menyedihkannya,
surga lautan Indonesia harus rusak karena ketamakan manusia.
Harusnya kita bisa
belajar menahan ego dan menghindari kerakusan dari masyarakat Papua. Mereka
bisa menahan diri dari eksploitasi hasil laut. Mereka percaya bahwa laut
merupakan sumber kebaikan dan sumber penghidupan.
Kepercayaan itulah yang
membuat mereka menjaga kelestarian laut. Mereka masih bisa menikmati hasil
laut. Kelak, anak cucu mereka juga masih bisa menikmati kekayaan laut yang
begitu berlimpah.
Tak hanya hasil laut
untuk pangan, eksotisme pemandangan bawah laut juga begitu memukau.
Kejernihan
airnya mempersilakan mata untuk menikmati biota laut. Keindahan itulah yang
mengundang para wisatawan datang memanjakan mata ke Papua. Tentu, semua itu
karena masyarakatnya pandai menjaga kelestarian laut.
Kenapa Papua merupakan destinasi wisata hijau?
Alasan pertama : kekayaan alam yang
berlimpah
Kekayaan alam di darat
dan lautan itu menjadi salah satu alasan mengapa Pulau Papua disebut sebagai
destinasi wisata hijau. Daratan hijaunya yang berupa hutan begitu mendominasi
sebesar 33 juta hektar atau 81% dari luas daratan. Hutan tanah Papua merupakan
garda terakhir hutan di Indonesia, bahkan dunia. Di dalamnya terdapat
15.000-20.000 jenis tumbuhan, 602 jenis burung, 125 jenis mamalia dan 223 jenis
reptilia (econusa_id).
Satwa
darat di pulau Papua seperti burung Cendrawasih, kanguru pohon, beragam
kupu-kupu, dan hewan langka lainnya menunjukkan betapa ramahnya hutan Papua untuk mereka tinggali. Begitupun dengan keanekaragaman hayati laut seperti terumbu karang, lamun, ikan hiu, ikan paus, ikan kakatua,
penyu, kakap, red firefish menjadi daya tarik untuk bagi pengunjung untuk diving. Belum lagi
hutan mangrove atau mangi-mangi yang luas menjadi tempat tinggal berbagai jenis
spesies ikan.
Alasan kedua : kearifan lokal yang
mendukung konservasi laut
Tidak hanya dari kekayaan
alam saja yang menjadi anugerah Tuhan saja, tetapi juga dari sosial
kemasyarakatan yang menjadikan pulau tersebut disebut sebagai destinasi wisata
hijau. Masyarakat Papua memiliki kearifan local yang mendukung kelestarian
alam lautan.
Mereka menyebutnya sasi laut atau Sasi Nggama seperti yang dilakukan
di Kaimana dan Buruway. Biota laut seperti lola atau
kerang, teripang, dan siput batulaga merupakan klasifikasi biota yang dilindungi pada sasi laut tersebut.
Perlindungan biota laut tersebut didukung oleh sistem penangkapan hewan
laut yang tertutup. Praktis sistem ini mampu menjaga sumber daya alam di laut secara
berkelanjutan dan melindungi sumber daya alam untuk
dieksploitasi.
Masyarakat
memanfaatkan menangkap hasil laut ini selama dua minggu sampai tiga bulan. Batasan
pemanfaatan tersebut hanya perkiraan semata. Tidak berlebihan apalagi sampai
merusak ekosistem laut.
Selama penangkapan
sumberdaya laut tersebut, masyarakat tidak boleh menggunakan alat-alat yang
merusak. Mereka juga tidak
menangkap ikan yang masih kecil saat masa sasi laut dibuka. Tujuannya agar
biota laut lain bisa terus berkembang biak saat sasi laut
ditutup sehingga hasil laut tetap melimpah di perairan Papua. Lama ditutupnya
sasi laut sekitar satu sampai dua tahun.
Meskipun sasi laut tidak
ada peraturan tertulis, masyarakat sudah menaati aturan tersebut secara turun temurun. Jika mereka melanggar aturan tersebut, mereka akan dikenai sanksi sosial dari
pemimpin adat atau denda berupa uang. Namun, ketika ada orang luar yang
melanggar aturan sasi, seperti tetap mengambil ikan pada bulan-bulan yang
dilarang, maka orang tersebut tidak bisa dikenai hukuman oleh pemimpin adat. So, apakah kelestarian lingkungan dapat terjaga jika orang luar tidak memperhatikan aturan adat tersebut?
Apalagi, adat sasi laut ini tentunya tidak terlepas dari pelaksanaan-pelaksanaan ritual sebelum melaksanakan sasi laut. Dalam ritual ini, masyarakat melakukan pembacaan-pembacaan doa untuk meminta berkat dari Tuhan. Mereka begitu sadar bahwa sumber daya alam yang melimpah ruah adalah berkat dari Tuhan. Mereka menjaga hubungan manusia dengan Tuhan dengan melakukan ritual tersebut sebelum melakukan sasi laut.
Apalagi, adat sasi laut ini tentunya tidak terlepas dari pelaksanaan-pelaksanaan ritual sebelum melaksanakan sasi laut. Dalam ritual ini, masyarakat melakukan pembacaan-pembacaan doa untuk meminta berkat dari Tuhan. Mereka begitu sadar bahwa sumber daya alam yang melimpah ruah adalah berkat dari Tuhan. Mereka menjaga hubungan manusia dengan Tuhan dengan melakukan ritual tersebut sebelum melakukan sasi laut.
Tak hanya sasi laut saja,
tradisi menjaga Mangrove di Kampung Kambala juga menjadi cara untuk mengontrol
pemanfaatan sumber daya di kawasan mangrove. Seperti yang dikutip dari
econusa_id, bagi siapa saja yang ingin memanfaatkan hutan tersebut, mereka
harus melakukan upacara adat Sinara. Memang, dengan adanya tradisi ini membuat
tidak sembarang orang bisa masuk ke hutan mangrove sehingga kawasan hutan
tersebut tetap lestari.
Pembukaan Sasi Laut (foto : hijauku.com) |
Kehadiran warisan
konservasi tradisional dari nenek moyang membuat biota laut begitu terjaga
kelestariannya. Berbagai macam ikan warna-warni, terumbu karang yang indah begitu
memikat. Perairan Papua ini menjadi pariwisata primadona Indonesia juga dunia.
Alasan ketiga : stakeholder yang sadar
konservasi laut
Selain sumber daya alam
dan sosial masyarakat, setiap pemangku kepentingan (stakeholder) baik masyarakat
ataupun lembaga pemerintah maupun non pemerintah menyadari akan kekayaan sumber
daya kelautan yang harus dijaga dan dilestarikan.
Pemangku kepentingan tersebut saling terhubung sehingga pengelolaan sumber daya alam sejalan
dengan konservasi lingkungan laut, seperti Deklarasi Koral yang telah
dilaksanakan oleh EcoNusa beserta organisasi non-profit lainnya untuk
mengingatkan peran pemerintah dan semua pihak untuk mengedepankan pemulihan
laut Indonesia.
EcoNusa sendiri adalah
organisasi non-profit yang menjembatani komunikasi pemangku kepentingan itu di
wilayah Indonesia Timur adalah Yayasan EcoNusa . Lembaga tersebut bertujuan
untuk memaksimalkan praktek pengelolaan sumber daya alam dan konservasi
lingkungan dengan penguatan inisiatif masyarakat lokal. Keberadaan organisasi
non profit ini menjadi salah satu peran dalam perlindungan sumber daya alam di
tanah Papua termasuk mendukung pengembangan Papua destinasi wisata hijau.
Serupa Surga di Kota Senja
Terkenal dengan sasi
lautnya, Kaimana menjadi salah satu destinasi wisata hijau yang ingin saya
kunjungi. Distrik yang dikenal dengan Kota Senja ini seperti surga yang
menawarkan berjuta pesona keindahan.
Kenapa harus Kaimana?
Tak kalah dengan
Raja Ampat
Raja Ampat memang sangat terkenal dengan keindahannya. Namun, sesungguhnya, Teluk Triton di Kabupaten Kaimana tak kalah indah dengan Raja Ampat. Teluk Triton juga memiliki deretan pulau karang yang menyebar dengan gradasi warna laut biru hingga hijau tosca. Karena kekayaan biota laut dan peninggalan prasejarah inilah yang membuat Teluk Triton dijuluki The Lost Paradise.
Kejernihan air laut Teluk Triton Tak kalah dengan destinasi wisata di luar negeri (foto : ksmtour) |
Hiu paus yang
langka di pulau karang yang indah
Daya tarik Teluk
Triton lainnya adalah keberadaan ikan hiu paus yang
bisa dijumpai saat musim tertentu. Jika kalian membayangkan bertemu ikan ini
akan memakan manusia, maka kalian salah! Hiu paus ini jinak dan memakan
plankton serta ikan kecil. Karena jinaknya itulah, kita bisa menyelam dari
jarak dekat dengan hiu paus ini, kira-kira sekitar dua meter. Kalian mau berenang dekat dengan ikan paus terbesar ini?
Serunya berenang dekat dengan Hiu Paus di Kaimana (foto: Mongabay) |
Kehadiran lukisan kuno dari jaman
prasejarah
Kaimana ternyata menyimpan sebuah lukisan yang dipercaya telah ada sejak
jaman prasejarah. Lukisan tersebut bergambar tangan dan gambar-gambar lain
selayaknya simbol-simbol dari jaman dahulu ini tergambar pada tebing-tebing yang tinggi.
Lukisan kuno (foto: travel.kompas.com) |
Romantisnya
menikmati Senja di Kaimana
Tak heran jika lagu
Senja di Kaimana begitu fenomenal di tahun 70-an, ternyata senja di Kaimana
begitu indah dan romantis. Daerah yang tidak begitu banyak dikenal dulunya,
kini mulai mengundang orang untuk datang. Duduk di pinggir pantai sambil
memandang semburat oranye di langit Papua begitu terasa syahdu. Pemandangan matahari tenggelam bisa dinikmati di berbagai tempat
di Kaimana seperti Pulau Venu, Tanjung Kinara, dan Pantai Bantemi. Waktu yang bagus untuk melihat sunset di Kaimanasekitar bulan Oktober sampai Januari.
Melihat penyu
bertelur
Tak ada yang
paling menyenangkan selain menjadi saksi munculnya kehidupan baru. Melihat
penyu bertelur tentunya menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Berkunjung ke Pulau
Venu memungkinkan kita untuk melihat satwa yang dilindungi tersebut bertelur.
Penyu kembali ke laut setelah menetas (foto : birdsheadseascape.com) |
Keindahan bawah laut yang kaya
Di kawasan Teluk
Triton terdapat 959 jenis ikan karang, 471 jenis karang dan 28 spesies udang
mantis. Kawasan konservasi ini menyumbang biomassa terbesar di Asia Tenggara
yaitu 228 ton per kilometer persegi (travel.kompas.com). Masih di Kaimana, di Tanjung Papisoi
dijumpai 330 spesies ikan sekaligus pada satu lokasi. Betapa kayanya biota laut di Kaimana. Tak salah jika Kaimana menjadi salah satu destinasi wisata hijau di Bumi Cendrawasih.
Tidak perlu
bingung untuk menyelami keindahan alam bawah laut di Kaimana karena begitu
banyak tempat yang bisa dijelajahi seperti Teluk Triton, Pulau Venu, Pulau
Kilimala, Pulau Karawutu, dan Tanjung Kinara. Namun, Teluk Triton merupakan
spot terbaik untuk menyelam.
Melihat beraneka
ragam satwa burung
Bird watching
dengan beraneka ragam satwa yang tak pernah kita temukan sebelumnya tentu akan
menjadi pengalaman menyenangkan di
Tanjung Kinara. Selain itu, di atas Jembatan wisata alam KM 14 kita juga bisa menikmati
satwa burung yang langka.
Keeksotisan alam Kaimana
itulah yang membuat saya ingin mengunjungi Kaimana sebagai destinasi wisata
hijau. Bisa mengunjungi Kaimana seolah telah mengunjungi hutan di seluruh Papua. Semua keanekaragaman hayati di Papua sudah terwakili di Kaimana.
Namun, tak lupa...
Namun, tak lupa...
Ketika laut sudah
memberikan kebaikannya kepada manusia, maka sekarang manusia
memberikan perlindungannya kepada laut. Hingga selamanya, laut dan manusia
hidup berdampingan tanpa ada yang dirugikan.
Salam Hijau,
Referensi :
https://suarapapua.com/2019/08/06/ini-luas-hutan-provinsi-dan-kabupaten-di-papua-dan-papua-barat/
https://www.mongabay.co.id/2019/08/31/begini-eksotisme-keindahan-kepulauan-dan-bawah-laut-fakfak/
https://wri-indonesia.org/id/blog/menjadikan-sasi-laut-solusi-konservasi-laut-indonesia-timur
https://m.kumparan.com/kumparannews/adat-sasi-pelindung-potensi-alam-papua-sejak-zaman-nenek-moyang-1sSguUoxrFg
Tulisannya lengkap, Kaimana indah sekalii
BalasHapus