Jumat, 25 Oktober 2019
Sebenarnya dari kemaren saya ingin ikut beberapa sesi Main Program. Banyak sebenarnya sesi Main Program yang sangat menarik, tapi beberapa sesi jadwalnya bersamaan, jadi saya harus memilah lagi beberapa yang saya butuhkan. Sayangnya, kemaren karena anak membutuhkan perhatian lebih, jadi saya mengajaknya makan Di sekitar pusat ubud dengan motor sewaan. Akhirnya saya tidak mengikuti sesi yang saya inginkan.
Hari ini rencananya saya mau ikut sesi Main Program: Imagining The Past yang diisi oleh Iksaka Banu, Azhari Aiyub, Alessandro Baricco, Toni Jordan, dan Sebastian Partogi. Saya suka sebenarnya menulis hal-hal yang berbau historis, menantang tapi juga cukup sulit karena memang tidak pernah menyaksikan momen itu. Jadi hanya imajinasi dan beberapa kejadian sejarah yang mendukung cerita kita. Otomatis riset mendalam sangat dibutuhkan seperti yang dilakukan oleh Iksaka Banu.
Selanjutnya, saya mengikuti sesi Andreas Harsono: Race, Islam, and Power. Saya sedikit terlambat pada sesi ini jadi saya hanya mengikuti sebagian. Dalam Sesi ini ia menceritakan tentang pengalaman dia saat pergi ke pelosok dan melihat kehidupan penduduk ras tertentu, kalau nggak salah daerah Papua dan Ambon. Dan dia menceritakan kehidupan suku Ambon dan yang memeluk agama islam.
Short Story Session
Karena suami pergi mencari masjid Ubuddiyah untuk sholat jumat, jadi saya pergi ke Green room untuk menunggu suami sekaligus bersiap-siap workshop children and youth : short story session. Nah, waktu beberapa bulan lalu, saya sempat mengisi formulir kemampuan saya yang sedikiiiitttttt dan belum banyak pengalaman ini yang bisa dibagikan. Saya menulis mengisi workshop short story untuk anak-anak. Sebenarnya, maksud saya short story nya bercerita tentang cerita anak-anak, tapi audiens nya tetap orang dewasa. Eh, ternyata saya dimasukkan dalam workshop children and youth festival. Ya nggak apa-apa sebagai pengalaman aja.Terus kesalahan saya selanjutnya adalah katanya saya akan mendapat interpreter selama di sana, jadi saya mengajukan workshop dengan bahasa bilingual. Ketika ditempat workshop, ternyata tidak ada interpreter. Saya pun baru sadar kalau bilingual itu nanti saya yang harus berbicara sendiri dalam bahasa indonesia dan bahasa inggris. Nah, LOH!
Awalnya saya minta panitia saja menerjemahkan tapi lama-lama saya menjelaskan sendiri dalam bahasa inggris. eciyeeehh. Untung saja bahasanya masih sederhana. Jadi saya masih bisa lah meski kadang beberapa kata saya lupa dalam bahasa inggrisnya. Jadi saya tanya panitia.
Eh, untungnya audiens nya kebanyakan anak-anak bule yang memang sedikit bisa bahasa indonesia dan orang indonesia yang bisa bahasa inggris. Jadi benar-benar kombinasi yang menguntungkan lah. Tapi ada juga dari Australia yang memang tidak bisa bahasa Indonesia.
Di akhir penjelasan, saya meminta mereka menulis cerita pendek yang sangat pendek dalam satu halaman hvs. Tanpa berpikir lama, mereka langsung menuliskannya dengan baik. Semua peserta menuliskannya dalam bahasa inggris termasuk juga peserta dari indonesia. Keren sekali mereka. Saya kalah deh, Imajinasi mereka juga keren.
Jangan kira semua berjalan dengan damai, tenang, dan kalem. Anak-anak bule itu cukup ramai dan kritis. Saya sampai kagok deh dibuatnya. Bener-bener pengen SALTO deh. hahaha. But, saya buat santai ajalah, ketimbang saya stres sendiri, jadi kadang saya ajak guyon aja.
Setelah selesai, saya pun segera pulang ke hotel bersama anak-anak dan suami yang sudah menunggui saya saat Short Story Session. Makasih banget deh sama suami yang udah mau jagain si kecil.
Di Hari Keempat UWRF ini semakin banyak pengetahuan baru yang saya dapat. Yuk, dibaca saja di blog saya berjudul Ilmu Baru di Hari Keempat UWRF.
0 comments
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar.