Menuju UWRF 2019

No Comments
Setelah diumumkan lolos seleksi emerging writer Ubud Writers and Readers Festival 2019, salah satu festival literasi yang mengundang beberapa penulis asing, email terus berdatangan, paling sering dari Mbak Sarrah Monessa selaku koordinator program, untuk persiapan menuju festival tersebut yang masih 3,5 bulan lagi sejak pengumuman. Email dari Mbak Sarrah ini masih berbahasa Indonesia.

Pertama tentang persetujuan cerita saya yang berjudul Nyanyian Pilu Meo Oni yang Terdengar dari Hutan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, diterbitkan dalam antologi dan dijual saat festival.

Saya juga diminta menjawab pertanyaan untuk dipublish di web UWRF. Baca selengkapnya disini.

Setelah itu, saya diminta profil bio penulis dan diminta mengisi form penulis termasuk kemampuan apa yang bisa diberikan untuk audiens. Awalnya saya ingin mengisi teater dan menari tradisional, tapi saya pikir-pikir, itu kemampuan yang sudah lama tidak saya asah lagi. Dan pasti cukup ribet kalau saya harus menari tradisional. Haha.

Akhirnya saya tidak memilih ituu. Hanya mengisi form workshop tentang menulis cerpen untuk anak-anak. Yang akhirnya kemudian saya diminta oleh Mas Gustra untuk mengisi sesi workshop menulis pada Youth and Children Program. Program ini juga bilingual dan penerjemahnya disediakan panitia. Saya pun mengisi detail tentang acara tersebut. Saat itu email dikirim akhir Juli. Dan sekarang materi saya untuk workshop belum fix. Wkwkwk. The Power of Kepepet.

Terus Mbak Sarrah mengirimkan dokumen persetujuan yang isinya tentang biaya yang ditanggung pihak UWRF juga book launch. Nah, saya mulai galau, apakah mengajak anak saya dua-duanya atau cuma satu saja. Karena yang paling kecil masih menyusui jadi mau tidak mau saya harus bawa. Sayangnya, panitia khawatir akan mengganggu jalannya acara kalau saya membawa anak bayi masuk ke dalam sesi panel. Otomatis saya harus mengajak suami atau keluarga saya.

Nah, setelah itu Mas Reindy menghubungi saya untuk pembelian tiket. Padahal saya masih galau harus mengajak siapa. Apalagi, mereka membelikan saya tiket, dan tidak bisa membeli bersama bayi saya meski saya mau menggantikan uang tapi mereka tidak terima sistem reimburse. Orang tua saya ditanyain juga masih bingung apa bisa ikut dua-duanya ke Bali.

Setelah pertimbangan yang panjang dengan suami dan cukup lama, akhirnya suami dan anak-anak saya ikut serta saat festival nanti. Saya pun dipesankan tiket oleh Mas Reindy di tanggal dan jam tertentu. Kemudian saya membeli tiket untuk suami dan dua anak saya dengan jadwal yang sama.

Setelah tiket terbeli dan belum ada email lagi dari UWRF. Beberapa minggu tepatnya awal bulan Oktober, kemudian saya mendapat email dari Mbak Wening yang memperkenalkan salah satu supporter festival bernama Peter dalam bahasa inggris. Dan saya pun menjawabnya dengan bahasa inggris yang kurang begitu yakin apakah cara saya benar atau tidak hehe.
Beberapa hari kemudian saya mendapat email dari Alexis, yang saya menduganya dia berasal dari Rusia karena nama terakhirnya. Ia memberitahukan bahwa saya dan 4 teman emerging writers lainnya akan mengikuti workshop yang akan diselenggarakan tanggal 23 Oktober 2019. Pematerinya diisi oleh Mirandi Riwoe (Penulis Australia) dan Chyntia Dewi Oka (Penulis yang sekarang tinggal di USA).

Beberapa hari kemudian Mbak Sarrah mengirimkan email lagi tentang persiapan saat mengisi sesi Children's and Youth Program. Saya mendapat panduan selama acara di sana. Saat saya tiba di Bali yag akan dijemput oleh panitia, menuju Ubud dengan kendaraan yag disediakan panitia, lokasi menginap saya. Di UWRF ini memang banyak sekali acaranya. Namun saya hanya wajib mengikuti beberapa sesi seperti workshop, book launch, dan The Hijab Files. Festival nantinya ada di tempat Neka Museum, Indus Restaurant, Taman Baca, dan Joglo @ Taman Baca. Lokasinya saya lihat agak berjauhan dan otomatis saya perlu kendaraan untuk ke lokasi itu.
Di email itu juga saya memberitahukan kalau saya membutuhkan LCD, projector dan laptop. Yes, saya masih belum pro untuk ngisi workshop tanpa alat itu. Hehe.

Dan saya juga diperkenalkan dengan Mbak Wulan Dewi selaku selaku Writer Liaison (WL) yang akan membantu mengingatkan jadwal saya selama festival berlangsung nanti. WL adalah sukarelawan yang dengan senang hati membantu kelancaran festival.

Dan email yang menurut saya agak berat adalah dari Maryam, penulis beragama muslim dari Australia. Karena dia akan menjadi moderator pada acara Hijab Files, jadi ia mengirimkan beberapa pertanyaan untuk acara itu dan saya harus menjawabnya dalam bahasa Inggris meski pakai bantuan gugel biar cepet yang kemudian saya edit lagi. Wkwk. Ketahuan kannn.
Beberapa hari kemudian saya mendapat email lagi dari beliau daaann pertanyaannya lebih kompleks tentang hijab. Intinya sih apa pengaruhnya hijab yang kita pakai dengan tulisan kita. Lumayan saya harus mencuci otak. Eh, memutar otak.

H-4 ternyata saya mulai deg-degan. Bagaimana tidak? Materi saya buat workshop anak-anak belum matang. The power of kepepet sih. Pertanyaan2 tentang Hijab Files belum terjawab. Dan tanggungan tulisan lainnya juga belum selesai. Sementara kalau siang, saya susah konsentrasi karena lebih fokus pada anak-anak.

Nah! Yang jadi malah blog ini. Wkwkwk. Mumpung yang kecil lagi tidur dan si kakak minta nonton. Untuk cerita hari pertama UWRF bisa dibaca di blog saya berjudul Hari Pertama Mengikuti UWRF 2019.

0 comments

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar.

Follower