Mengajarkan Toilet Training Bayi Dua Tahun

5 comments
Toilet Training

Sebenarnya sudah sempat kepikiran mengajarkan toilet training buat si kecil tapi kalau bayangin capeknya kayaknya belum siap. Gara-gara pernah ngelihat keluarga yang anaknya memang nggak pernah pakai pospak (popok sekali pakai) maklum kalau anak di desa jarang yang pakai pospak. Dan kalau ngelihat bolak balik pipis, ngelap, ngepelin, nyuci bekas ompol yang bertumpuk-tumpuk rasanya belum ikhlas banget ngelepas pospak dari si bayi.

Terus mau kapan? Tunggu siap aja deh.

Pas si baby usia 18 bulan, aku coba lepas popok. Memang di usia segitu anak sebenarnya sudah bisa diajak berkomunikasi, sedikit bisa diarahkan, walaupun belum lancar ngomong biasanya usia segitu sudah bisa menunjukkan keinginannya, entah ingin mainan, mimik atau pipis. Tapi ternyata ngga semudah yang dibayangkan. Hanya dalam waktu tiga jam dia pipis bolak balik. Alhasil, aku harus bolak balik ngepel lantai dan akhirnya absen dulu dari dunia masak-memasak.

Menurut artikel di google yang membahas pengalaman toilet training, beberapa artikel mengatakan mending tunggu kesiapan si anak saja karena ternyata itu lebih mudah untuk tioilet training?


Toilet training buat BAB


Akhirnya nggak aku lanjutin deh toilet trainingnya BAK. Hanya saja kalau mau buang air besar masih bisa kelihatan tanda-tandanya, seperti ngedan. Kalau sudah ngedan, aku langsung mengajaknya kamar mandi. Awalnya dia nggak biasa BAB di toilet dan nggak mau keluar. Aku ajak omong terus istilahnya di sounding ya, "kalau mau pup di toilet ya..."

Pada waktu masa sounding itu dia masih pakai popok clodi, kadang pospak. Kadang kebablasan juga. Kalau kebablasan gitu, soundingnya makin gencar. Semakin lama dia semakin paham kalau mau buang air besar ke kamar mandi. Bahkan kadang dia langsung mendatangiku sambil ngeden-ngeden.

Kadang sempat sebel juga, sih, baru ganti pospak eh dianya BAB di pospak. Nggak kasih tau padahal sebelumnya selalu kasih tau.


Pura-pura ngeden


Nah, ini dia yang bikin aku gregetan. Jadi karena tiap dia ngeden kuajak ke kamar mandi, jadi kalau ada yang di kamar mandi (misal ayahnya), aku langsung suruh dia masuk dan BAB dipegangi ayahnya. Lah, ternyata dia nggak mau BAB tapi cuma mau ikut mandi aja. Mau main air tepatnya.
Giliran aku yang mandi, dia akan ngeden-ngeden di depan ayahnya. Pastinya ayahnya heboh donk kalau anaknya mau BAB. Padahal aku tahu dia pura-pura, biar ikut mandi dan main air.
Duh..duh...
Kadang kalau dia pura-pura ngeden, kubiarkan saja sampai nangis-nangis. Dan memang dia nggak BAB. Setelah itu, aku sounding terus-terusan nggak boleh seperti itu. Ditambahn omelan yang panjang dan lebar. Ngefek, sih. Walaupun kadang masih ngikut-ngikut juga. Jadi ngeden bagi dia itu adalah kode minta mandi dan main air.

Toilet training buat BAK


Sejak sebulan lalu, aku memutuskan konsisten untuk toilet training buat si baby. Usianya waktu itu 23 bulan. Alasan pertama, aku sering ngeliat si baby yang selalu merasa risih dengan popoknya. Dia tunjukkan dengan menarik-narik popoknya sambil ngomel padahal popok belum lama dipakai. Selain itu, dia pasti gatal-gatal di bagian-bagian tertentu, seperti tangan, kaki, paha, dada, punggung tempat karet popok. Bagian-bagian tertentu memang nggak ada hubungannya sama popok sih. Tapi aku merasa aneh.

Anak ini kenapa sih?

Akhirnya aku kasih bedak aja. Rasa risih dengan popok dan gatal-gatal masih berlanjut. Tiba-tiba aku kepikiran untuk lepas popok saja. Agak menarik nafas juga karena harus siap-siap ngepel terus-terusan. Belum lagi kalau ngompol di kasur, alamak! Mau jemur dimana? Berat pula! Pikiran-pikiran tentang capeknya toilet training udah berseliweran.
Aku memutuskan hari pertama toilet training nggak masak.

Apa hubungannya?

Ya, lah, pasti toilet training bikin capek. Daripada tambah capek karena harus masak-masak jadi lebih baik masaknya libur dulu dan beli diluar, hehe.

Minggu pertama

Hari pertama, pagi setelah mandi, aku nggak memakaikan pospak. Terus kuajak dia main diluar kamar tidur. Pertama-tama setiap sepuluh menit kuajak ke kamar mandi buat pipis. Awalnya berdiri, nggak keluar-keluar. Kubiarin aja dia main air. Hampir sepuluh menit di kamar mandi pun tak pipis-pipis. Kasihan juga kalau dipaksa. Akhirnya kusuruh jongkok eh malah pipis. Semenjak itu tiap pipis kusuruh jongkok. Lega rasanya kalau dia bisa pipis.
Eh belum sampai sepuluh menit, dia pipis lagi di lantai. Berkali-kali lah belum kuajak ke kamar mandi udah pipis duluan. Giliran ke kamar mandi dia nggak pipis. Pusing lah. Akhirnya bolak-balik dia pipis di lantai dan terkadang terpleset. Nangis-nangis lah.

Kuajak bicara terus, "kalau pipis ke kamar mandi, bukan di lantai. Kalau di lantai basah, jadi kepeleset."

Jadi tiap dia pipis di lantai, dia akan diam nggak kemana-mana. Dan terus menangis di hari pertama. Soundingku gencar banget lah.

Pas tidur siang juga nggak aku pakaikan pospaknya dikasih perlak. Efeknya, pas dia pipis, dia terbangun dan menangis. Setelah diganti celananya, dia tidur lagi. Pas tidur malam baru aku pakaikan popoknya karena aku ikut tidur juga jadi nggak bisa mengawasi. Soalnya kalau tidur malam dia kemana-mana sih.

Hari pertama benar-benar menguras tenaga dan emosi lah.

Hari kedua dia sudah mulai bisa mengikuti pola setiap beberapa menit ke kamar mandi. Dan sudah berkurang intensitas pipis sembarangan. Walaupun masih kebablasan pipis di lantai, yah wajarlah. Kalau sudah begitu, aku sounding terus biar pipis di kamar mandi.

Tiap lima menit kutanyakan apa mau pipis ke kamar mandi? Kalau dia geleng-geleng kepala, kuturuti aja. Kalau sudah sepuluh menit kuajak langsung tanpa kutanyakan. Setidaknya hari ini aku masih bisa masak dan bersantai walau tetap mengawasi dia bermain.

Satu bulan toilet training

Nggak kerasa memang sudah satu bulan saja ngelatih si bayi toilet training. Ada suka ada duka juga. Sukanya kalau dia nunjuk-nunjuk celananya mau pipis atau mendatangiku sambil ngeden-ngeden. Kalau dia berhasil pipis di kamar mandi, tak lupa lah kukasih pujian biar dia merasa senanggg. Dukanya, kalau dia nggak mau diajak ke kamar mandi dan tiba-tiba pipis aja di lantai bolak balik. Duh, rasanya. Sounding selama satu bulan pertama masih tetap kulakukan. Dia masih kuajak ke kamar mandi tiap setengah jam atau kira-kira minumnya banyak ya nggak sampai setengah jam.
Pola pipisnya sudah bisa terlihat sebenarnya, saking aja kalau emaknya keasyikan hapean, anaknya jadi pipis sembarangan, hehe. Tapi kalau emaknya nggak main hape, jeda pipisnya dia sudah lebih lama dibanding awal-awal toilet training. Dan kalau malam masih aku kasih pospak kecuali kalau siang hari. Saat jalan keluar rumah juga dikasih popok.
Pernah suatu ketika, pas perjalanan Surabay-Malang, dia manggil-manggil ayahnya sambil nunjuk-nunjuk celananya. Aku suruh tahan-tahan aja padahal kalau pipis atau pup di pospak pun yasudahlah namanya juga perjalanan tapi nggak aku suruh.

Aku bilang, "tahan sebentar ya, ayah cari kamar mandi dulu."
Akhirnya nemu masjid dan ke kamar mandinya, ternyata dia pipis banyakkk dan buang air besar juga. Walah...

Oiya, menurut salah satu keluarga, biar anaknya pipis tiap beberapa waktu diajak ke kamar mandi terus ditiup bagian keluar pipis itu. Katanya biar pipis. Aku coba praktekkan emang dominan ngefek sih, hehe.

Toilet training itu memang menggemaskan, menguras tenaga dan emosi. Memang toilet training dilakukan pas anak memang sudah merasa siap dan bisa mengkomunikasikan keinginan pipis dan BAB nya dengan bahasa isyarat atau ngomong langsung.

Efek mood ibu terhadap keberhasilan toilet training


Dan satu hari ini, setelah 1 bulan berjalan, efek keberhasilan toilet training tergantung pada mood ibu. Kemarin saat dia ngompol sekali dan nggak bilang, soundingku sedikit terdengar seperti orang mengomel. Wajah si kecil pun berubah seperti sadar kalau dimarahi. Jadinya seharian itu dia ikut nggak mood juga kalau disuruh pipis ke kamar mandi. Alhasil, dia sering ngompol berkali-kali.

Tapi kalau mood ibu baik, anak sekali pipis tapi nggak dimarahi. Disounding dengan cara halus dan menyenangkan. Justru dia malah happy juga dan nggak ngompol sembarangan bahkan tidur siang pun selama dua jam dia bisa nahan pipis layaknya orang dewasa.

Semangat buat ibu-ibu yang berproses melatih anak toilet training. Ini semua karena kenyamanan pospak maka kita harus melewati prosesnya yang super ribet. Hahahaha.

5 komentar

  1. Baca ini sambil mbayanginnya aja udah ngelap keringet haha.. semangat mbaa ternyata perjalannku masih panjang haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha. Saya nulisnya sambil ngusap peluh juga kok mbak.. ternyata penuh perjuangan... semangat juga mbaa

      Hapus
  2. Kalau pas diajak pipis ke kamar mandi lama, trik saya alat kelaminnya dibasahi mbk. Gak berapa lama pasti kepancing keluar deh :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak udah dibasahi kadang nggak keluar. kata keluarga malah ditiup mbak, sbgian besar sih berhasil pipis hehe

      Hapus
  3. Perlu persiapan juga ya ternyata, Teh..
    Tetap semangat..

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar.

Follower