Aku coba mengulas secara singkat mengenai komentar juri Kompas, menyimpulkan buku antologi cerpen tersebut. Setiap minggu koran Kompas selalu ada rubrik Cerita Pendek. Dari semua cerpen yang tembus di koran minggu masih harus diseleksi lagi untuk dijadikan Antologi Cerpen Pilihan Kompas.
Penulis
Penulis yang terlibat pun dari tiga generasi ada 25 penulis, yaitu Afrizal Malna, Agus Noor, Anggun Prameswari, Budi Darma, Des Alwi, Djenar Maesa Ayu, Eep Saefulloh Fatah, Faisal Oddang, Gde Aryantha Soethama, Guntur Alam, Gus tf Sakai Indra Trenggono, Joko Pinurbo, Made Adnyana Ole, Parakitri T. Simbolon, Putu Wijaya, Radhar Panca Dahana, Sapardi Djoko Damono Seno Gumira Ajidarma, Tenni Purwanti, Triyanto Triwikromo, Vika Wisnu, Yanusa Nugroho, Zaidinoor, LG Saraswati Putri.Juri
Juri pemilihan cerpen Kompas dalam antologi cerpen piliha Kompas 2014 adalah Frans Sartono, Hariadi Saptono, Myrna Ratna, Putu Fajar Arcana, Efix Mulyadi.Kriteria Layak
Rubrik Cerpen di Koran Kompas (bagiku) sangatlah susah ditembus. Kita harus memiliki ide, alur, pesan yang menarik dalam sebuah cerita. Nah, bagaimana cerpen-cerpen Kompas yang layak masuk dalam Antologi Cerpen Pilihan Kompas? Kompas memiliki kriteria tulisan layak dimuat Kompas. Cerita yang mengangkat kisah kehidupan, ekspresi kebudayaan dan nilai keutamaan dari berbagai kelompok masyarakat.Keunikan setiap cerita membuat juri jatuh hati.
Karya Vika Wisnu berjudul "Pacar Pertama" memiliki problematika, pendekatan dan penuturan yang mirip seperti cerpen di majalah wanita. Hal ini sebagai tujuan untuk merengkuh pembaca yang selama ini kurang direngkuh.
"Angela" menyuguhkan situasi yang aneh dengan karakter yang unik, juga dongeng yang kesan mendalam.
"Travelogue" nya Seno dan " Matinya Seorang Demonstran" menunjukkan kelihaian seorang penutur terhadap suatu kisah.
"Kaing-kaing Anjing Terlilit Jaring" menunjukkan sikap manusia yang gampang terjebak pada jaring-jaring pemikiran yang dibangunnya sendiri. Cerita ini mengkritisi sikap manusia yang sering terjadi.
"Lima Cerpen Sapardi" yang segar dan ringkas.
tapi satu cerpen yang terpilih untuk dijadikan cover buku adalah karya dari Faisal Oddang berjudul "Di Tubuh Tarra, dalam Rahim Pohon". Tulisan ini memiliki kelebihan dalam perkara unik budaya yang mencerminkan keragaman Indonesia.
Banyaknya bahasa daerah yang muncul dan menyulitkan pembaca mengerti artinya walaupun diberi footnote bagi juri kompas tidak mengapa. Bagi juri, hal itu sebagai keutuhan ekspresi budaya yang selama ini kurang dikenal. Dengan kata lain, istilah, sejumlah kosakata, cara berpikir, adat, kepercayaan dan seluruh elemen budaya Toraja merupakan subject-matter dari karya yang bersangkutan.
Menurut juri, Faisal Oddang berhasil menempatkan kata dan istilah yang terkesan asing itu secara hati-hati. Tidak ada satu pun yang tidak berguna dalam membangun ceritanya. Cerpen itu memiliki syarat-syarat kelengkapan sebagai cerpen yang baik. Menurut juri, Faisal berhasil menyuguhkan karya yang kaya warna dan dinamika. Ia selalu menantang rasa keingintahuan pembaca dan disajikand engan teknik penceritaan yang unik dan khas.
Warna Lokal
Kebanyakan cerpen Kompas mengangkat tema budaya lokal. Elemen adat dan kepercayaan lokal hanya menjadi latar cerita. Artinya kalau kisahnya dipindah ke daerah lain tidak akan merusak keutuhan cerita.Akan tetapi jangan sampai unsur lokal itu menjadi latar yang benar-benar tidak dibutuhkan. Juri menganggap hal itu sama buruknya dengan memberi setting di luar negeri akan tetapi kisahnya tetap menarik jika lokasinya di pindah ke Klaten. Latar yang menjadi sia-sia nggak berguna kan?
Bagiku itu yang menjadi PR penulis, bagaimana agar latar itu, unsur budaya tidak sekedar menempel tapi memiliki hubungan erat dengan keutuhan cerita. Karena sebagian penulis akan memasukkan unsur lokal atau luar negeri itu sebagai daya tarik belaka.
Tapi ada juga penulis yang berhasil meramu unsur lokal benar-benar sesuai kebutuhan seperti karya Gde Aryantha Soethana yang masuk ke ranah spiritual, yang tidak kasatmata, dalam alam kepercayaan Bali.
Begitu juga dengan cerpen Emil Amir berjudul "Ambe Masih Sakit" tentang adat Toraja dan karya Sandi Firly berjudul "Perempuan Balian" tentang ritual pengusiran roh jahat di kawasan pegunungan Meratur, Kalimantan Selatan.
Cara Mempelajari Teknik Berkisah
Menurut juri, cerita dengan warna lokal mengundang petualangan imajinasi dan memberi harapak akan pencarian terhadap kisah-kisah yang khas Nusantara.Juri juga memberi tips cara mempelajari teknik berkisah yaitu:
- Membaca kisah-kisah dunia
- Mengikuti workshop menulis dengan guru-guru mumpuni
- Dalam mengamati kisah yang terjadi di masyarakat tradisional, diperlukan waktu yang lama dan matang, karena menurut juri tidak bisa melakukannya dalam sehari
Demikian sharing yang bisa aku lakukan setelah membaca Antologi Cerpen Pilihan Kompas 2014. Semoga kita terus berkarya bahkan bisa terpilih dalam rubrik Koran Minggu Kompas.
0 comments
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar.