Perjalanan Asyik Nge-Trail di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru!

1 comment
Mencari sesuatu yang baru berwisata ditempat yang sudah pernah didatangi ternyata punya sense berbeda! Bagaimana tidak, bagi suami, ke Bromo adalah hal yang biasa karena dolanan-nya (mainannya) anak Malang ya wajib mengunjungi Bromo. Sedangkan aku, lima tahun kuliah di Malang, belum pernah ke Bromo. Paling-paling hanya ke permukiman masyarakat Tengger, itupun karena tugas kuliah. Ke Bromo pun saat masih SD datang sama keluarga. Been a long time ago.

Entah suami atau aku yang berinisiatif ngajak dolan ke Bromo, kita ke Bromo naik kendaraan yang berbeda. Kayanya sih aku yang ngajak,hehe... Selain jalan yang kurang bagus, maka kita pakai motor trail punya saudara. Bisa sih sebenarnya pakai motor bebek atau matic, tapi agak bahaya juga kalau tidak hati-hati. Tentunya lebih seru ke Bromo pakai motor adventure. FYI, sewa motor trail begini di Malang harganya sekitar 250rb-350rb. Mahal, kan. 

Untungnya aku masih kurusss, jadi trail yang sebenarnya untuk satu orang bisa dipakai buat dua orang, itu pun ditambah tempat duduk di belakang. Berangkatlah kita. Dari rumah sekitar jam enam pagi, Udara masih segar dan nggak panas. Perlu waktu sekitar satu jam untuk sampai Bromo, diluar foto-foto tapi ya. Akhirnya baru keturutan nyeritain Perjalanan Asyik Nge-Trail di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Jalur ke TNBTS (Bromo Tengger Semeru)

Karena kita dari Kota Malang, untuk mengunjungi Bromo lewat tempat wisata Wendit, lewat jalur yang mau ke bandara Abdurahman Saleh. Tapi kalau mau ke bandara ke kiri, ini terus saja. Ikut jalan besar tembus Tumpang - Gubukklakah (Kec. Poncokusumo) - Desa Ngadas - Bromo.
Kondisi jalannya memang agak jelek, walaupun sudah di plester tetap saja masih ada yang hancur. Kalau udah dekat desa Ngadas, jalannya aspal mulus.

Untungnya jalanan yang jelek mengalahkan rasa senangnya menikmati perjalanan yang semakin menaik ditambah keindahan pemandangan hutan hijau yang menyejukkan dan menyegarkan mata, rasa-rasanya kerinduan akan udara segar dan vegetasi yang berlimpahan telah terobati. Kehidupan kota benar-benar membuatku merasa bahwa alam sedang menegurku bahwa udara yang seperti itulah yang menyehatkan paru-paru. Ya, ya, ya. Setiap detik memuaskan diri menghirup udara yang sudah jarang sekali mengalir di darahku. Senangnya!!!


Istirahat Sejenak

Di titik inilah kami beristirahat sembari menikmati keindahan alam. Puas-puasin deh menghirup udara gunung yang sangat kaya dengan oksigen bersihhhhh. Sambil menikmati pula ketenangan dan kedamaiannya. Perlu waktu yang agak lama agar kita bisa mengambil foto dari seberang jalan dan terhindar dari gangguan kendaraan yang lewat. Tidak hanya motor wisatawan aja yang lewat sini, tapi juga pick up yang mengangkut sayur-sayuran. Kalau lihat sayurannya itu, segar-segar sekali. Rasanya pengen diambil dan bawa pulang!!

Sayang pemandangan kota tidak keliatan
Setelah berfoto, kita melanjutkan perjalanan lagi. Setelah ini akan ada loket tiket masuk.

Tiket Masuk

Tiket masuk wisatawan ini memang resmi dikeluarkan oleh Kepala Balai Besar TN Bromo Tengger Semeru Nomor : PG.215/IV-21/BT.1/2014 tentang Tarif Masuk Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Pas liat pertama, ternyata mahal juga hari kerja aja ke Bromo Rp. 27.500,-. Ya kali ngarepnya cuma Rp. 5000,- hehehe...

Tiket Masuk TNBTS sumber


Masuk TNBTS

Setelah bayar tiketnya, kami sudah masuk kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru dan melanjutkan perjalanan dengan jalan yang juga cukup rusak. Di wilayah ini juga ada tempat wisata lainnya, namanya Coban Pelangi. Air terjun yang (katanya) ada pelangi pada jam 12 siang. Tapi kita nggak kesana, karena tujuan utamanya ke Bromo. 

Setelah tempat wisata Coban Pelangi, kami melewati jurang-jurang yang tinggi sekali. Pemandangannya keren banget, tapi serem juga dengan ketinggian. Bagi yang acrophobia (phobia ketinggian) jangan deh melirik ke jurangnya. Cukup tutup mata saja, hehe... Kalau ada dua mobil lewat maka salah satu mobil harus berhenti dan mengalah. Karena jalannya nggak cukup, bisa-bisa malah jatuh ke jurang.

Sempat berhenti dan menikmati keindahan alam hutan dari atas jurang, melihat sungai yang mengalir di bawahnya. Dan saya agak seram, akhirnya memilih menyudahi menikmati jurang itu. 

Saat dekat dengan Desa Ngadas, kami istirahat sejenak dengan beriseng-iseng ria berfoto di atas roller pengaspal jalan. Terlihat roller nya sudah lama tidak terpakai, sepertinya sudah rusak.



Kami melanjutkan perjalanan. Pemandangan yang tidak asing bagiku, ladang-ladang yang terbentang di lereng yang curam. Bahkan jalannya dibuat zigzag agar petani tidak meluncur. Sayangnya semakin dekat dengan desa, kabut semakin tebal sehingga ladangnya tidak begitu keliatan. Resiko berwisata di musim hujan adalah kabut atau awan yang tidak bisa lagi dibedakan. Ya, Ngadas ini termasuk desa tertinggi di Jawa Timur. Dan aku mengira-ngira bahwa saat itu bukan kabut tapi awan. Kalau memang awan, maka mataku terbuka bahwa awan yang ada di televisi itu bentuknya seperti kabut ini.

Kabut Putih atau Awan??

Setelah melewati Desa Ngadas, kami menemui kendaraan lainnya yang ingin berwisata ke Bromo dan sedang beristirahat di warung-warung. Disini kami isi bensin eceran, seliter seharga Rp.10.000,- sedangkan harga eceran normal waktu itu di pom bensin sekitar 6000 rupiah. 

Sebenarnya di titik ini biasanya para turis berfoto dengan background Gunung Bromo dan lautan pasir. Sayangnya, kabut benar-benar menghalangi pandangan kita. Alhasil, aku berfoto deh dengan motor trailnya. Suhu pun semakin dingin disini. Jaket tebalku pun masih kurang melindungi dari rasa dingin. Apalagi celana olahraga yang kupakai. Nggak mempan!

Kabut menuju ke Bromo


Mau ke Bromo atau Semeru/ Ranu Pane? Beda jalurnya

Arah yang mau ke Bromo jalannya jelek. Kalau musim hujan sampai becek. Berhati-hatilah para pengendara motor bebek atau matic. Jalan ini membuat penumpang motor harus berhenti dan lebih baik jalan sampai jalanan tidak buruk. Khawatir terjatuh. 

Istimewanya naik trail adalah tidak perlu khawatir di jalan jelek seperti itu karena bannya memang dirancang khusus untuk jalanan jelek. Tentu saja, ini hal yang menyenangkan. Berasa petualangannya! Aku harus berpegangan erat-erat agar tidak terjatuh.


Cabe Tengger

Saat kami beristirahat di warung untuk membeli bensin dan nyemil kacang. Ada hal yang bikin menarik. Aku kira itu pajangan mainan sebagai hiasan saja. Setelah aku tanya, ternyata itu adalah cabe tengger. Kata ibu penjualnya, rasanya bisa tujuh kali lipat dari cabe rawit biasa. Byuh.. 
Bagi penyuka pedas, cabe ini bisa menjadi makanan favorit kalian. Pertama makan menurut testimoni yang pernah makan rasanya manis, setelah itu berasa pedasnya. Berhubung aku dan suami nggak mau ambil resiko sakit perut, setelah tahu 7x lipatnya, nggak tertarik untuk membeli. Harganya lupaaa saudara-saudaraa....

Bromo Tengger Semeru
Cabe Tengger

Padang Savanna/ Bukit Teletubis

Perjuangan melewati jalanan jelek tidak hanya sampai disitu. Kami masih harus berjuang melewati jalan tanah berbatu dan licin. Jalanan jelek mengalahkan rasa senangnya menikmati keindahan Bukit Teletubbies yang hijau. Musim hujan membuat Padang Savanna ini menyejukkan pandangan. Kami berhenti untuk berfoto sejenak.


Padang Savanna
Padang Savanna/ Bukit Teletubbies

Bukit ini dinamakan Bukit Teletubbies karena bukit ini mirip sekali dengan bukit di film kartun Teletubbies. Biasanya bukit ini digunakan untuk foto pre wedding.




Saking bahagianya menikmati hijaunya bukit ini, rasanya belum bosan mau foto sebanyak apapun. Iya, Padang Savanna memang memikatku. Kalau musim kemarau, Padang Savanna tak akan sehijau ini, rumputnya cenderung kering dan berwarna agak cokelat. Saran sih kalau mau ke Bromo memang pas belum masuk musim hujan, biar kalau mau foto gunungnya keliatan, apalagi dari Gunung Penanjakan. Travelling kali ini nggak ke Penanjakan. Alangkah lebih bagus lagi kalau ke Penanjakan sebelum matahari terbit, karena bakal keren banget melihat sunrise dengan latar belakang Bromo dan Semeru.

Di sepanjang perjalanan, banyak sekali hardtop-hardtop membawa wisatawan dan berfoto di bukit Teletubbies. Ada yang foto pre wedding juga.

Gunung Bromo dan Gunung Batok

Setelah mencoba berpuas-puas diri berfoto di Padang Savanna, saatnya kami melewati Lautan Pasir, dan kemudian kami memilih segera parkir. Sesampainya disana, banyak masyarakat lokal yang menawarkan naik kuda dengan harga Rp 25.000,- sekali jalan (kalau tidak salah ingat). Aku memilih nggak, Soalnya mau ambil foto sebanyak-banyaknya, dan menikmati mendaki gunung, hehe..

Gunung Bromo dari Tempat Parkir

Ini Bukan Bromo yah! Ini Gunung Batok! Bersebalahan dengan Bromo


Gunung Bromo, Pegunungan Tengger
Menuju ke Gunung Bromo, Pemandangan Gunung Batok

Karena jarang olahraga, naik gunung Bromo segitu saja sudah capek. Tangganya pun tinggi sekali. Berhenti beberapa kali untuk mengambil foto. 
Lautan Pasir dari Atas Bromo

Kawah Bromo

Wisatawan Bromo

Lautan Pasir dan Bromo


Lautan Pasir Bromo

Lautan Pasir ini pasti dilewati kalau kita mau ke Bromo. Setelah puas foto-foto, kami memilih pulan dan berfoto-foto di Lautan Pasir. Menikmati licinnya pasir Bromo dengan Trail. Tentunya ada jalur-jalur khusus yang dilarang dilewati oleh pengendara karena jalurnya sangat licin dan berbahaya. Berhati-hatilah menyetir saat melewati lautan pasir ini, naik trail pun juga licin. Selama melewati lautan pasir, ada semacam tornado-tornado kecil di pinggiran yang mengangkut pasir-pasir memutar-mutar terbang. Sayangnya nggak sempat foto. Kalau mau foto, harus menunggu momen tornado kecil itu.





Saatnya kami pulang dan menembus awan pegunungan lagi. Travelling benar-benar menyegarkan pikiran. Maka ber-travelling selama masih bisa. Cukup explore daerah sekitar tempat tinggal kita, dan publikasilah hasilnya di blog atau media sosial bagaimanapun kondisinya. Tentunya sebagai upaya untuk mengenalkan tempat wisata menurut pandangan orang lain. Secara nggak langsung, kita mengajak orang lain berwisata, walau hanya dalam bayangan, hehe...Inilah Travelling Naik Trail ke Bromo-ku, dan travellingmu?

  • Akses : dengan kendaraan pribadi atau nyewa hardtop , sekitar 1 jam dari kota Malang via Tempat Wisata Wendit - Tumpang - Gubukklakah (Poncokusumo). Lewat Pasuruan : Pasuruan - Wonokitri - Simpang Dingklik. Lewat Probolinggo : Probolinggo - Sukapura - Cemorolawang. Lewat Lumajang : Lumajang - Senduro - Ranupani - Jemplang. 
  • Biaya : Jika ingin sewa Trail (Rp. 250.000,-), bensin motor (Rp. 30.000,-), parkir (Rp. 5.000,-),  Jeep/ Hardtop (diatas Rp. 350.000,-) kalau dari kota Malang tentu lebih mahal lagi.
  • Kebersihan : bersih
  • Fasilitas : parkir, KM, WC, warung, penginapan (daerah kawasan TNBTS di Probolinggo atau Pasuruan), persewaan hardtop, Sewa Angkutan Kuda.
  • Ramah Anak Kecil : lebih baik lewat Pasuruan atau Probolinggo, kalau lewat Malang mending sewa mobil khusus ke Bromo/Jeep/hardtop.
  • Nilai : 8,5

1 komentar

Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar.

Follower