Wilayah Pesisir

No Comments

A.      Definisi Pesisir

Wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara darat dan laut sehingga secara fisik terdiri atas darat dan laut. Bagian darat di wilayah pesisir yaitu bagian darat yang masih dipengaruhi sifat-sifat air laut, seperti pengaruh pasang surut, ombak, angin laut, dan perembesan air laut. Bagian laut mencakup bagian perairan yang masih dipengaruhi oleh proses alami di darat, seperti aliran air tawar dan sedimentasi dari daratan. Penggunaan tanah di wilayah pesisir mengalami gradasi perubahan yang tajam bila dibandingkan dengan wilayah daratan dan laut (Sadyohutomo, 2006:61-62).
Wilayah pesisir dan laut merupakan tatanan ekosistem yang memiliki hubungan sangat erat dengan daerah lahan atas (upland) baik melalui aliran air sungai, air permukaan (run off) maupun air tanah (ground water), dan dengan aktivitas manusia. Keterkaitan tersebut menyebabkan terbentuknya kompleksitas dan kerentanan di wilayah pesisir. Secara konseptual, hubungan tersebut dapat digambarkan dalam keterkaitan antara lingkungan darat (bumi), lingkungan laut, dan aktivitas manusia, seperti disajikan pada berikut (Rahmawaty, 2004:5).

Gambar 1. Keterkaitan Lingkungan Darat, Laut, Dan Aktivitas Manusia Di Wilayah Pesisir 
(Sumber: Rahmawaty, 2004:5)


B.      Ekosistem Pesisir dan Laut

Ekosistem yang ada di pesisir dan laut sangat beranekaragam. Ekosistem tersebut terdiri dari ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem padang lamun, dan ekosistem eustaria.

1)      Ekosistem Terumbu Karang

Fungsi ekologis dari terumbu karang adalah sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan berbagai biota laut. Selain itu, fungsi ekonomis terumbu karang adalah menghasilkan berbagai jenis ikan, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara (Dahuri, et al, 2001:86).
Ekosistem terumbu karang terdapat di perairan yang agak dangkal, seperti paparan benua dan gugusan pulau-pulau di daerah tropis. Terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, suhu perairan yang hangat, gerakan gelombang yang besar, dan sirkulasi air lancar, dan terbebas dari sedimentasi (Dahuri, et al, 2001:197). Rusaknya terumbu karang akan mengakibatkan terjadinya erosi di pantai yang akan berakibat pula pada lokasi permukiman dan pola tata guna lahan setempat. Degradasi terumbu karang merupakan akibat pengelolaan pantai dan daerah hulu yang kurang baik sehingga tingginya tingkat sedimentasi yang masuk ke perairan dan menutupi terumbu karang (Dahuri, et al, 2001:198).

2)      Ekosistem Mangrove

Hutan mangrove merupakan ekosistem pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir dan lautan. Hutan mangrove sebagai fungsi ekologis dalam penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi, angin taufan, tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan sebagainya. Selain sebagai fungsi ekologis, hutan mangrove juga memiliki fungsi ekonomis yaitu penyedia kayu, daun-daunan baku untuk obat-obatan, dan lain-lain (Dahuri, et al, 2001:82).
Mangrove dapat tumbuh dan berkembang secara maksimum pada kondisi penggenangan dan sirkulasi air permukaan yang menyebabkan pertukaran dan pergantian sedimen terus menerus, sirkulasi yang terus menerus meningkatkan pasokan oksigen dan nutrien, untuk keperluan respirasi dan produksi yang dilakukan tumbuhan. Secara umum, mangrove tahan akan gangguan-gangguan dan tekanan lingkungan, akan tetapi peka terhadap pengendapan/sedimentasi, tinggi rata-rata permukaan air, pencucian, dan tumpahan minyak. Hal tersebut menyebabkan penurunan kadar oksigen sehingga mengganggu mangrove untuk kebutuhan respirasi dan kelama-lamaan menyebabkan kematian mangrove (Dahuri, et al, 2001:202).
Permasalahan utama adalah pengaruh dan tekanan habitat mangrove bersumber dari keinginan manusia untuk mengkonversi areal hutan mangrove menjadi areal pengembangan perumahan, industri dan perdagangan, kegiatan-kegiatan komersial maupun pergudangan. Dalam situasi seperti ini habitat dasar dan fungsinya menjadi hilang dan kehilangan ini disertai dengan hilangnya ruang terbuka hijau yang jauh lebih besar dari nilai penggantinya (Mulyadi, et al, 2009: 55).
Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga apabila keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi. Mangrove juga merupakan tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami (Mulyadi, et al, 2009: 52).

3)      Ekosistem Padang Lamun

Padang lamun dapat ditemui di perairan laut antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang. Fungsi dari padang lamun yaitu sebagai penstabil dasar laut, penangkap sedimen, penyedia makanan bagi ikan, habitat berbagai macam ikan, pupuk, bahkan biji padang lamun untuk makanan manusia (Dahuri, et al, 2001:89-92). Ekosistem padang lamun dapat bertahan hidup pada perairan yang dangkal, memiliki substrat yang lunak, dan perairan yang cerah. Ekosistem padang lamun tidak dapat tumbuh di kedalaman lebih dari 20 meter, kecuali perairan tersebut sangat jernih dan transparan. Kerusakan padang lamun yang terjadi saat ini diakibatkan oleh kegiatan pengerukan, reklamasi, penimbunan yang semakin meluas, dan pencemaran air, termasuk pembuangan limbah garam, fasilitas produksi minyak, pemasukan pencemaran di sekitar fasilitas industri, dan limbah air panas dari pembangkit tenaga listrik. Kehilangan padang lamun diindikasikan hilangnya biota laut, diakibatkan oleh kerusakan habitat (Dahuri, et al, 2001:204).

4)      Ekosistem Eustaria

Ekosistem eustaria memiliki kemampuan untuk pemulihan dan pemeliharaan secara alami secara luar biasa setelah mengalami gangguan, bila karakter dasar habitat yang menyokong formasi ekosistem tersebut terpelihara. Faktor-faktor riskan yang mempengaruhi kehidupan ekosistem eustaria yaitu salinitas, suhu, dan siklus nutrien. Saat ini kondisi eustaria sudah mengkhawatirkan, terutama pada daerah-daerah industri, perkotaan, atau padat penduduk. Degradasi ekosistem eustaria terjadi karena adanya pembuangan limbah secara terus menerus yang berdampak pada kematian ikan secara tiba-tiba dan hewan laut lainnya dimana hewan-hewan tersebut merupakan bagian dari rantai makanan. Hewan-hewan laut tersebut mati maka akan memutuskan rantai makanan yang pada akhirnya juga berpengaruh pada kehidupan manusia (Dahuri, et al, 2001:206).
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar.

Follower