Perkembangan
kota-kota di dunia pada tahun 1970-an menimbulkan pemikiran-pemikiran baru pada
ilmu perencanaan. Semua teori-teori tersebut telah diuji pada praktek
perencanaan sehingga ada kekurangan dan kelebihan masing-masing teori. Akan
tetapi, dalam essai ini akan dibahas mengenai persamaan dan perbedaan cara
pandang teori-teori perencanaan dari Tujuh Model Perencanaan Schoenwandt danModel SITAR Hudson (Synoptic, Incremental, Transactive, Advocacy, Radical).
Dari teori-teori tersebut kemudian dilakukan perbandingan teori untuk
mendefinisikan perbedaan dan persamaan dalam cara pandang masing-masing teori. Selain
itu, essai ini akan membahas tradisi
atau model perencanaan yang paling efektif dipergunakan untuk mengembangkan
tradisi pembangunan kota berbasis tata ruang di Indonesia.
A.
PERSAMAAN
1) Proses
Perencanaan
Dari proses perencanaan, kedua teori memiliki proses
perencanaan secara umum yaitu dari survey, analisis, hingga rencana.
Masing-masing model perencanaan yang dibuat oleh Schoenwandt dan Hudson mendefinisikan
tahap-tahap perencanaan tersebut, walaupun tidak spesifik. Hal tersebut
menunjukkan kesamaan cara pandang dalam proses perencanaan. Pada model
perencanaan Rasional oleh Schoenwandt mengatakan bahwa data yang digunakan
dalam perencanaan tersebut didominasi oleh data sekunder. Pada model
perencanaan Equity (Kesamaan) Schoenwandt juga dijelaskan bahwa dalam model
perencanaan tersebut perlu untuk mengumpulkan informasi. Begitu juga pada model
Transactive Planning Hudson mengatakan ada pelaksanaan survey lapangan walaupun
intensitas yang dilakukan masih kurang untuk memenuhi pelaksanaan perencanaan.
Model perencanaan Incremental Hudson juga melakukan interview untuk memperoleh
deskripsi instrumen perencanaan. Sedangkan untuk analisis yang dilakukan, model
perencanaan Rasional menggunakana analisis kuantitatif, begitu juga model
perencanaan Synoptic. Model perencanaan Synoptic Hudson ini menggunakan model
yang konseptual atau matematis sehingga sangat tergantung pada data. Untuk
model perencanaan yang lain bisa juga menggunakan analisis yang bersifat
sosial. Pada tahap rencana yang merupakan hasil akhir dari proses perencanaan
dilakukan oleh setiap model perencanaan walaupun setiap model perencanaan akan
berbeda tujuan spesifiknya.
2) Perhitungan
matematis
Persamaan antara model perencanaan Schoenwandt dan
Hudson yaitu analisis yang digunakan bersifat kuantitatif atau matematis,
walaupun ada beberapa menggunakan analisis sosial. Pada model Synoptic Planning
Hudson menggunakan analisis dari beberapa prosedur, misalnya analisis
benefit-cost, pelaksanaan penelitian, sistem analisis, dan peramalan
penelitian. Kemudian peramalan diturunkan menjadi model determinasi, model
probabilistik atau pendekatan judgemental. Model tersebut sama seperti analisis
pada model perencanaan rasional Schoenwandt yaitu menggunakan perhitungan
matematis sehingga perencanaan tersebut lebih mempercaya ilmu dan pengetahuan
dalam perencanaan atau paham positivistik.
3) Penentuan
alternatif
Dalam proses perencanaan, model perencanaan Schoenwandt
dan Hudson juga memperhatikan proses penentuan alternatif-alternatif untuk
menentukan hasil akhir perencanaan. Pada model perencanaan rasional Schoenwandt
menggunakan alternatif yang berbeda-beda dengan analisis yang dilakukan,
kemudian ditentukan pertimbangan dan akibat setiap alternatif. Setelah itu,
dipilih alternatif dengan akibat yang paling mungkin bisa diatasi. Sedangkan
model perencanaan synoptic Hudson juga menjelaskan salah satu elemen penting
perencanaan adalah penentuan alternatif, dan model perencanaan Incremental juga
merupakan campuran dari Synoptic dan Incremental sehingga tentunya proses
penentuan alternatif ini juga termasuk kesamaan dari teori Schoenwandt dan
Hudson. Pada synoptic planning juga dilakukan evaluasi terhadap
alternatif-alternatif dari perencanaan.
4) Perumusan
program perencanaan
Setelah ada pemilihan alternatif kebijakan maka
disusun perumusan program perencanaan. Cara pandang teori perencanaan Schoenwandt
dan Hudson juga memiliki kesamaan yaitu pada perumusan program perencanaan,
mungkin akan yang berbeda adalah tujuan perencanaannya. Pada synoptic planning
Hudson menjelaskan bahwa setelah dilakukan evaluasi alternatif kemudian dibuat
program perencanaan untuk implementasi selanjutnya. Pada Synoptic Planning
kemungkinan tindakan perencanaan yang dilakukan dengan skala besar dan strategi
penyelesaian masalah. Pada perencanaan Synoptic Planning menghasilkan
rencana-rencana atau dokumen, bahkan di beberapa daerah langsung dilakukan
perencanaan tanpa adanya dokumen. Model perencanaan incremental Hudson yang
dilakukan melalui pengalaman, aturan praktis, bersifat teknis, dan konsultasi
terus menerus. Pada transactive planning, perencanaan mengacu pada evolusi
lembaga perencanaan yang terdesentralisasi untuk meningkatkan pengendali proses
sosial yang mengatur kesejahteraan. Radical Planning bertujuan untuk membuat
outcome jangka panjang. Adanya perubahan signifikan pada perencanaan radikal
dari bentuk sosial, ekonomi, dan hubungan sejarah yang diabaikan oleh ilmu
sosial dan filsafat liberal yang mendominasi perencanaan sosial.
5) Perhatian
pada kepentingan publik dengan pengadaan dialog
Persamaan selanjutnya yaitu bahwa model perencanaan Schoenwandt
dan Hudson juga melakukan dialog dengan masyarakat atau kelompok kepentingan
untuk mendapatkan masukan dalam perencanaan. Pada transactive planning Hudson,
fokus perencanaan berasal dari pengalaman masyarakat sehingga perencanaan
dilakukan dengan mengadakan pertemuan (dialog) dengan komunitas masyarakat.
Model transactive planning dan incremental planning melakukan dialog dan tawar
menawar pada kepentingan umum. Radical Planning memperhatikan keinginan
masyarakat dan keterpaduan ideologi yang memberi kekuatan efektif untuk
pengetahuan teknis.
Pada model Schoenwandt, model perencanaan yang
bersifat perhatian kepada kepentingan publik dengan cara berdialog yaitu model
perencanaan Equity, perencanaan advokasi, social learning and communicative
action, dan perencanaan radikal. Pada model perencanaan Equity perlu adanya
dialog baik dari dalam pemerintahan maupun dari luar pemerintahan. Pada perencanaan
advokasi, perencanaan ini membela yang lemah dan melawan yang kuat. Karena
bersifat advokasi, maka perencanaan ini terkait dengan hukum dan bisa
menghalangi rencana yang tidak peka dan menantang pandangan tradisonal dari
kepentingan publik. Perencana sebagai advokasi perencanaan maka dapat terjadi
negosiasi secara terbuka atas kemauan masyarakat.
6) Keterlibatan
politik
Persamaan selanjutnya yaitu setiap model perencanaan
pasti ada keterlibatan politik walaupun keterlibatan tersebut tidak secara
langsung ataupun pengaruhnya kecil. Pada model perencanaan rasional Schoenwandt,
perencanaan ini kurang dipengaruhi oleh politik dan lebih banyak dipengaruhi
oleh teknisi. Pada model perencanaan advokasi Schoenwandt, pengaruh politik
kuat, sedangkan pada (neo) Marxist pengaruh politik kurang, pada perencanaan
Equity juga masih ada pengaruh politik, dan pada perencanaan radikal pengaruh
politik tidak secara langsung terlibat dalam proses. Pada model perencanaan
Hudson, perencanaan yang masih ada pengaruh politik yaitu synoptic planning,
radical planning, dan advocacy planning.
B.
PERBEDAAN
1) Pembagian
tugas perencana secara jelas
Pada teori Tujuh Model Perencanaan Schoenwandt sudah
dijelaskan secara jelas tugas-tugas perencana, sedangkan pada model pembangunan
Hudson belum dijelaskan. Pada model perencanaan Rasional Schoenwandt
menunjukkan bahwa perencana merupakan teknisi atau expert dalam perencanaan
dengan analisis matematis. Pada perencanaan advokasi Schoenwandt perencana sebagai
pengacara yang membantu memberi nasihat atau advokasi pada masyarakat mengenai
kebutuhannya, tetapi pada perencanaan (neo) Marxist, tidak ada definisi tugas
baru sehingga menggunakan pembagian tugas sebelumnya. Perencanaan tersebut
hanya berbeda pada perubahan status negara sebagai negara kapitalis atau
borjuis. Pada perencanaan Equity, perencana sebagai komunikator dan
propagandis, tugas tersebut juga hampir sama dengan perencanaan social learning
and communicative action. Pada perencanaan radikal, perencana harus memberi
dukungan pada masyarakat terhadap perencanaan yang mereka inginkan. Pada
perencanaan liberalistik, perencana membiarkan perencanaan berjalan sendiri,
tidak ada intervensi rencana jika sistem pasar bebas gagal.
2) Pendekatan
perencanaan
Pada teori perencanaan Schoenwandt sudah membahas
pendekatan perencanaan setiap model perencanaa, apakah top-down atau bottom-up,
sedangkan pada model Hudson (SITAR) belum dijelaskan. Pendekatan perencanaan
top-down yaitu perencanaan rasional dan (neo) marxist, sedangkan pendekatan
perencanaan bottom-up yaitu perencanaan advokasi, equity, social learning and
communicative action, dan perencanaan radikal.
3) Konsensus
Pada teori perencanaan Schoenwandt sudah membahas
apakah model perencanaan hingga tahap konsensus atau tidak. yang kemudian
dibentuk konsensus untuk penentuan program perencanaan. Akan tetapi, tidak
semua model perencanaan tersebut hingga tahap konsensus, lebih banyak hanya
sampai melakukan dialog dengan masyarakat atau kelompok kepentingan tanpa ada
hasil konsensus. Model perencanaan yang menggunakan konsensus yaitu Model
Social Learning and Communicative Action. Hal tersebut belum terlihat pada
model perencanaan Hudson (SITAR).
4) Perencanaan
yang bersifat liberalistik
Pada model perencanaan Hudson (SITAR) belum
mempertimbangkan daerah yang tidak mengintervensi tindakan perencanaan atau
bersifat mengikuti pasar bebas. Semakin berkembangnya zaman, maka muncul
teori-teori baru untuk melengkapi teori sebelumnya, dimana teori Hudson belum
ada model perencanaan yang liberal. Teori Schoenwandt melengkapi teori Hudson
mengenai perencanaan liberalistik. Perencanaan tersebut berjalan sendiri,
sesedikit mungkin merencanakan, dan memberik ganti rugi terhadap pelanggaran
hak-hak individu.
5) Asumsi
karakteristik publik
Pada model perencanaan Hudson tidak dijelaskan
asumsi karakteristik publik pada daerah perencanaan, sedangkan pada model
perencanaan Schoenwandt sudah ada pembedaan karakteristik setiap model.
Perencanaan rasional mengasumsikan bahwa karakteristik publik itu homogen baik
sosial etnik maupun dari gender, kemudian berkembang teori perencanaan advokasi
Schoenwandt bahwa karakteristik publik tersebut tidak homogen.
Berdasarkan
karakteristik model perencanaan Schoenwandt dan Hudson, maka perencanaan yang
efektif yang bisa diterapkan di Indonesia yaitu mixed-scanning antara model
perencanaan Rasional Schoenwandt atau Synoptic Hudson dan Social
Learning and Communicative Planning Schoenwandt. Model perencanaan tersebut
merupakan campuran antara top-down planning dan bottom-up planning.
Alasannya
yaitu masyarakat harus diberi pemahaman atas ilmu yang dimiliki perencana,
semua partisipan harus mendapatkan informasi yang sama dan sudut pandang yang
terwakili sehingga perlu perencana yang bisa berkomunikatif secara efektif dan
efisien kepada masyarakat. Bila hal tersebut tercapai, maka tujuan demokratif
akan tercapai. Dalam hal ini, peran pemerintah juga harus ada, dimana
prosedur-prosedur teknis dilakukan untuk mencapai perencanaan rasional.
Kita
perlu melihat karakteristik masyarakat Indonesia, dimana masyarakat tidak bisa
langsung saja menerima rencana pemerintah, apalagi terkait dengan kehidupan
masyarakat secara langsung. Oleh karena itu perlu pemahaman terlebih dahulu
dari masyarakat. Pengalaman dan keinginan masyarakat sebagai masukan terhadap
perencanaan. Sebenarnya dengan adanya dialog dengan masyarakat dan rencana
masyarakat bisa dimasukkan dalam rencana, maka bisa menimbulkan sikap saling
percaya antara pemerintah dan masyarakat.
Perencanaan
yang terjadi saat ini dimana apa yang diusulkan masyarakat pada akhirnya tidak
diaplikasikan pada implementasinya, sehingga bisa jadi masyarakat menjadi
kurang percaya kepada pemerintah, dan pada akhirnya tidak antusias lagi dalam
menghadapi penyelesaian permasalahan pada perencanaan kota. Kepercayaan dari
pemerintah kepada masyarakat juga harus dibangun bahwa masyarakat yang langsung
mengalami hasil dari perencanaan. Apabila ada masukan dari masyarakat yang
tidak sesuai dengan aturan atau prosedur, maka perencana harus bisa
berkomunikatif dengan baik agar masyarakat memiliki pemahaman dan bisa belajar
dari perencanaan.
0 comments
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar.