Seseorang yang Lahir di Samarinda, yang kemudian sekitar umur 1 tahun pindah ke Sulawesi Selatan, karena tugas Bapak . Tempatnya sangat jauh sekali dari perkotaan. Untuk ke kota Ujung Pandang (nama Makassar zaman dulu) saja harus menempuh perjalanan sekitar 3-4 jam. Seingatku nama daerahnya adalah Gowa, sebuah daerah yang pernah disebutkan dalam sejarah Sultan Hasanudin.
Daerah yang jauh dari fasilitas sosial dan fasilitas umum. Waktu itu, aku minta orang tuaku untuk sekolah, padahal belum cukup umur, aku menangis sejadi-jadinya karena orang tua tidak mau mengabulkan permintaanku untuk sekolah. Yang aku ingat, aku bilang ‘aku pengen sekolah Pak, ga mau tau, pokoknya sekolah! Sekolah! Aku mau sekolah kaya teman-teman yang lain!’. Intinya aku iri dengan teman-teman di kompleksku, karena mereka diperbolehkan sekolah, naik mobil bersama dan diantar oleh sopir perusahaan. Akhirnya bapakku bilang, ‘iya, tapi tahun depan ya..’. dengan penuh kesabaran, aku menunggu tahun depan dan akhirnya aku masuk sekolah dasar yang untungnya ada di dekat kompleksku.
Kemudian, hal yang paling aku ingat adalah ketika aku kelas 1 SD, ibuku hendak melahirkan. Betapa repotnya, karena untuk menjangkau rumah sakit, BKIA, atau bahkan puskesmas saja harus menempuh perjalanan berjam-jam. Jalanan pun tak seperti jalan Malang-Surabaya,yang bisa ngebut hingga 100 km/jam. Kondisi jalan di daerahku waktu itu adalah tanah, batu, kalaupun beraspal, kondisi aspal sudah bergelombang dan berlubang.
Saat itu, perjalanan ke rumah sakit atau pusat kesehatan terdekat masih sekitar setengah jam lagi, tak mungkin ibuku harus menahan bayi agar tidak keluar dari perutnya. Untungnya ada tetanggaku yang ikut di mobil dan membantu persalinan. Yah, alhasil, ibu melahirkan di mobil. Aq tidak diperbolehkan melihat kondisi ibu oleh bapak. Langsung saja bapak menghentikan mobil di pinggir jalan, tepatnya di pinggir hutan, dan bapak ikut membantu persalinan. Saat itu berada di perbatasan Parangloe dan Sungguminasa, makanya bapakku menamakan adikku ALISA, kepanjangan dari Antara Parangloe dan Sungguminasa (hehe .. lucu juga guyonannya).
Setelah beberapa bulan, akhirnya pindah juga ke kota Ujung Pandang, tidak di hutan lagi, dan membeli rumah di Perumahan Taman Sudiang Indah. Banyak cerita yang aku torehkan di kota itu, mulai dari jadi anak hilang, anak centil, anak kehausan di Mall, anak penakut, anak nakal, dan lain-lain (Tidak perlu diceritakan daripada pembaca tertawa terbahak-bahak,hehe..). Kenapa aku jadi anak nakal? karena aku sering sekali membuat adikku menangis, entah rebutan mainan, atau apalah. Padahal aku sudah kelas 3, kenapa masih membuat adik menangis. Dasar keterlaluan!
Saat kelas 3 SD cawu 2, aku pindah lagi di samarinda. Rumahku berada di belakang Islamic Centre, padahal dulunya hanya lapangan bola. Sampai SMP aku tetap di samarinda. Saatnya mau masuk SMA, bapak mengarahkan aku untuk masuk di SMA Melati, sebuah SMA asrama di samarinda, yang berada jauh dari pusat kota, dan favorit, dulunya. Persaingan ketat, seperti SMA Taruna saja. Akhirnya aku lulus.
Mulai dari itu, hidupku tidak bersama orang tua lagi, hanya pengasuh yang terus mengawasiku dan orang tuaku hanya bisa mengawasiku dari jauh. Sebulan pertama tidak boleh berhubungan dengan orang tua, telpon tidak diijinkan, apalagi ketemu. Tapi tetap saja temenku ada yang mencuri-curi kesempatan. Hmm, yasudahlah. Kenangan asrama tidak perlu diceritakan, terlalu banyak, kalau diceritakan mungkin bisa berhari-hari selesainya (lebay mode on). Yang kulakukan saat itu, memang hanya belajar belajar dan belajar. Berkreasi sedikit lah. Memang tuntutan sekolah seperti itu, kalau saja aku tidak belajar, pasti aku sudah sangat sangat ketinggalan, soalnya temenku cerdas-cerdas. Kalau saja aku tidak mau masuk SMA Melati, mungkin aku tidak bisa belajar banyak dari teman-teman yang dulunya dari sekolah unggulan.
Ternyata bapak memang tahu yang terbaik buat anaknya. Sejak saat itu, aku selalu mengikuti saja apa yang bapak katakan. Memang terlihat seperti tidak punya pendirian atau pilihan lain, tetapi bapak selalu berpikir ke depan. Hal itu yang akhirnya aku mempercayakan sepenuhnya alur hidupku pada bapak. Kalau ada keinginanku yang tidak disetujui, mungkin aku kecewa, tetapi itu hanya sebentar. Tidak berlarut-larut, merengek-rengek, ngambek, dan lain-lainnya. Yah, karena aku tau pasti bapak pikir panjang, daripada ngikutin egoku yang masih anak-anak.
Hingga akhirnya, ketika mau lulus, bapak menyerahkan sepenuhnya padaku, jurusan apa yang harus aku ambil. Saat mau SPMB aku memilih FK UB, farmasi unair, tetapi bapak menyarankan aku ambil IPC. Ok, aku ambil. Saat itu aku bingung mau pilih apa. Terus terang aku tidak tertarik IPS sama sekali. Akhirnya aku ambil akuntasi UB, walau aku tidak suka sama sekali dengan pembukuan. Yasudahlah. Alhasil, aku lulus akuntansi UB. Lagi-lagi saran bapak tidak melesat. Kalau saja aku tidak ambil akuntansi, mungkin aku tidak lulus SPMB, yang mungkin bisa buat aku down.
Akan tetapi, aku tidak sreg dengan akuntansi. Alhasil, aku ikut tes lagi. Tes SPMK. Karena udah ilfill sama hal-hal berbau medis, makanya aku mengambil teknik (aslinya sih karena ga lulus,hehe). Jauh dari perkiraan dan tak pernah terbayang sebelumnya kalau aku jadi anak teknik. Saran bapak saat itu, aku mengambil Teknik Mesin atau Elektro. Weeeitttzzz .. tunggu dulu. Aku bebas menentukan pilihan sesuai hatiku (tanpa pikir kedepan seperti bapak). Jawabanku waktu itu ‘Ga Aaah Pak .. waktu SMA, mana bisa aku pelajaran yang berhubungan dengan elektro gitu, lemah fisika,,kalo mesin ga dee,kan itu cowo bangeet,,pasti cowo2nya banyak,,ga ga deeh.. aq pilih PWK sama sipil aja, arsitek ga mungkin, soalnya aku ga bisa gambar,hehe..’ (itulah diriku saat memilih jurusan).
Saat itu, bapak hanya bilang terserah. Wah berarti bapak juga sudah pikir panjang walau aku harus 2 jurusan itu. Toh, aku juga sudah ada pegangan yang buat bapak tenang. Akuntansi. Saat tes, aku mengerjakan seadanya banget, seingat-ingatnya aku, soalnya waktu itu tidak belajar. Malamnya aku ketiduran. Hehe .. kacau ..
Pengumuman SPMK, ternyata aku lulus PWK. Bingung bingung sudah. Padahal aku tidak tahu sama sekali dengan dunia PWK, begitu juga dengan bapak. Setelah shalat istikharah, setelah mendengar saran ibu bapak, dan teman. Akhirnya aku memantapkan memilih PWK. Lagi-lagi bapak hanya bilang terserah, padahal biasanya bapak bersikeras dengan pendapatnya. Berarti aku diijinkan masuk di PWK.
Alhamdulillah..
Hingga saat ini, aku bersyukur masuk di PWK. Mungkin memang itu jalanku.
Terkadang aku merasa, bapak sepertinya kurang menerima aku masuk PWK, bapak lebih memilih aku di akuntansi, karena menurut bapak, lulusan akuntansi bisa dipakai dimana-dimana. Bahkan aku pernah disuruh pindah ke jurusan lain. Hmm, parah. Tetapi aku tidak ingin mengikutinya karena yang aku lihat masih ada keraguan dalam hatinya dan merasa keyakinanku di PWK lebih besar dibanding harus pindah.
entah kenapa, setelah beberapa tahun berjalan, mungkin bapak diberitahu teman-temannya tentang lulusannya jurusanku. Punya potensi kalau di daerah. Mungkin sejak saat itu, bapak bisa menerima aku di PWK. Bapak pernah bilang, kalau aku lulus nanti, inginnya bapak, aku kerja di pemerintahan di daerah, seperti di Berau, Tarakan, Nunukan, dan sekitarnya. Wueeh,, itu dia yang berat, dekat dengan malaysia, transportasi yang jauh ke balikpapan. Akankah aku harus mengikuti keinginan bapak.. ?? Hmm.. aku yakin, hati kecilku nanti pasti berbicara, aku harus bagaimana.
Aku yakin semua ini sudah digariskan oleh Allah. rezeki, karir, dan jodoh . Aku yakin kalau itu semua adalah yang terbaik dari Allah. Aku hanya bisa berusaha sekuat diriku untuk mencapai tujuanku, berdoa, dan pasrah.
0 comments
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan memberi komentar.